This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Saturday, 20 August 2016

ANTARA AKU DAN IBU MERTUA


Perkawinanku yang telah berusia tujuh tahun tergolong mulus dan memberi banyak kebahagiaan. Tetapi tidak sejak enam bulan lalu, tepatnya setelah istriku Neni terkena kanker payudara dan terpaksa salah satu miliknya itu harus diangkat. Neni menjadi sangat murung dan kehilangan gairah hidup. Bahkan ia memutuskan keluar dari tempatnya bekerja di sebuah perusahaan swasta.
Kuakui, dengan hilangnya salah satu payudara di tubuh Neni, ada sebagian pesonanya yang hilang. Bila ia telanjang, kurasakan ada sesuatu yang hilang. Sepasang buah dadanya yang sangat montok dan selalu menjadi pelampiasan gairahku kini tinggal satu. Bagian yang lain menjadi rata dan bahkan ada semacam luka parut yang sangat mengganggu. Namun karena aku tak mau menyakitinya, kuanggap itu bukan masalah. Bahkan kerap kuyakinkan bahwa aku tak pernah berpikir untuk meninggalkannya.


Tetapi tidak bagi Neni. Kehilangan payudara menjadikannya hilang rasa percaya diri. Setiap hari hanya berbaring di tempat tidur. Tidak mau mengerjakan apa pun termasuk mengurus Lani, putriku yang berusia 3 tahun anak kami satu-satunya. Untung ada ibu mertuaku yang memutuskan tinggal bersama kami setelah Neni menjalani operasi. Dan karena ibu mertuaku itulah segala pekerjaan rumah menjadi beres termasuk memasak dan mengurus Lani.

Malangnya, Neni sama sekali menolak diajak berhubungan intim sejak mulai sakit dan sampai payudaranya diangkat. Ia malah selalu menyuruhku untuk mencari wanita pengganti karena menurutnya ia sudah tidak pantas lagi melayaniku. Maka sebagai laki-laki berusia 33 tahun (istriku berumur 28 tahun), yang masih sangat potens dalam soal seks, aku sering merasa puyeng. Mau mencari kepuasan ke WTS aku merasa jijik. Di samping dipakai banyak orang, pasti membawa penyakit berbahaya.
Pernah melintas pikiran buruk untuk merayu ibu mertuaku. Usia ibu mertuaku sudah 53 tahun dan telah menjanda sejak kematian suaminya tiga tahun lalu. Pikiran ngeres itu muncul setelah aku sempat memergokinya mengenakan pakaian yang sangat minim. Suatu hari ia sedang mandi. Tiba-tiba dari arah dapur tercium bau gosong nasi yang sedang ditanak. Aku yang sedang memberi makan burung di dekat dapur jadi berteriak.
"Bau gosong apa nih Bu, nasi yah?" ujarku saat itu karena tidak tahu ibu mertuaku ada di kamar mandi.
Ibu mertua yang mendengar teriakanku langsung lari keluar dari kamar mandi. Tubuhnya yang masih basah kuyup, karena belum selesai mandi, hanya dililit handuk yang berukuran tak cukup lebar. Hanya menutup dada dan sedikit di bawah pangkal pahanya. Dengan tergesa ia segera mengangkat panci, mematikan kompor dan memindahkan nasi ke magicjar agar nasi tidak berbau gosong semua.
Saat itulah, saat ibu mertuaku melakukan segala aktivitas itu, aku bisa melihat sebagian tubuh ibu mertuaku yang belum pernah kulihat. Kulit ibu ternyata lebih bersih dibandingkan kulit Neni, istriku. Buah dadanya kurasa juga lebih besar dibanding kepunyaan Neni. Hanya mungkin sudah agak kendur. Aku tidak bisa memastikan karena belum pernah menyentuhnya dan saat itu terbelit oleh handuk yang dililitkannya.
Namun, yang lebih membuatku panas dingin, adalah saat ia membungkukkan badan. Karena handuknya kelewat kekecilan, saat membungkuk handuknya menjadi tambah terangkat. Jadilah aku bisa melihat pahanya yang membulat sampai ke pangkalnya. Juga pantatnya yang besar dan pinggul yang mengundang pesona. Bahkan, ah, aku juga bisa melihat memek ibu mertuaku yang terlihat mengintip di antara kedua pangkal pahanya. Kemaluan ibu mertuaku terlihat gundul tanpa rambut. Tampaknya habis dicukur.
Melihat itu, gairahku langsung naik cukup tinggi. Jakunku menjadi turun naik dan denyut jantung menjadi tidak teratur. Maklum sudah cukup lama tidak mendapat layanan istri di tempat tidur. Saat itu aku nyaris nekad memeluk ibu mertuaku dari belakang dan melampiaskan hasrat yang menggelegak. Namun takut dianggap kurang ajar dan bisa mengundang masalah bila ibu mertuaku tidak berkenan, aku pendam keinginan itu. Juga karena penampilan ibu selama ini sangat pendiam dan rajin menasehati hingga aku tidak berani kurang ajar.
Dari waktu ke waktu, sikap istriku bukannya membaik tetapi semakin buruk. Ia hanya keluar kamar saat makan atau mandi dan selebihnya dihabiskan untuk tidur atau nonton TV yang juga tersedia di kamar. Ia juga menolak bila diajak berhubungan badan. Jadilah kami sering bertengkar seperti yang terjadi malam itu.
"Kalau kamu tetap dingin, biar nanti aku mencari pelacur untuk menggantikanmu," kataku dalam nada tinggi karena tak bisa menahan emosi.
Gairahku malam itu memang sudah naik ke ubun-ubun. Tetapi Neni hanya menjawab santai.
"Aku kan sudah minta Mas Hen mencari wanita lain yang bisa melayani. Aku nggak apa-apa kok," ujarnya enteng.
Emosiku meledak. Sambil keluar kamar pintu kututup kencang hingga menimbulkan bunyi yang cukup keras. Ingin rasanya aku menstater motor keluar untuk mencari pelacur di pinggir jalan atau ke hotel yang menyediakan wanita panggilan. Tetapi kemana, aku tidak punya pengalaman? Dan lagi malam sudah sangat larut. Untuk meredam emosi, kuambil sebotol air dingin dan kubawa ke kandang ayam di belakang rumah. Tempat yang paling kusenangi untuk melamun dan mengurangi rasa gundah.
Benar emosiku mulai reda setelah beberapa tegukan air dingin membasahi kerongkonganku. Terlebih setelah sebatang rokok kunyalakan dan kuhisap. Berteman asap rokok, anganku mengembara memikirkan nasib perkawinanku yang porak-poranda gara-gara kanker yang diderita istriku. Namun saat aku hendak menyalakan batang rokok berikutnya, suara ibu mertua mengagetkanku.
"Bertengkar lagi ya Hen," lirih suara ibu mertuaku terdengar.
Wanita itu ternyata telah berdiri tak jauh dari tempat aku duduk di kegelapan kandang ayam.
"I.. Ibu belum tidur? Maafkan saya Bu," ujarku sedikit tergagap.
"Bukan kamu yang salah. Tetapi memang Neni yang keterlaluan. Padahal ibu sudah berkali-kali mengingatkan," katanya lagi seolah menyalahkan diri sendiri.
Ibu mertuaku mendekat dan duduk menjejeriku di kursi panjang. Mungkin ia tidak enak dengan sikap putrinya itu.
"Saya emosi karena Neni lebih senang kalau saya tidur dengan pelacur. Saya pusing sekali..,"
"I.. Iya Ibu tahu. Pasti kamu sangat pusing," ujarnya lirih mencoba memahami perasaanku.
Sasaat kami hanya diam membisu. Aku dengan pikiranku yang kesal dengan ulah istrik. Sedang ibu mertuaku? Entah menerawang kemana pikiranbnya. Sampai akhirnya, "Kalau mau ibu punya usul.., ta.. tapi," ibu mertuaku nampak ragu untuk menyelesaikan kalimatnya.
"Usul apa Bu? Katakan saja..,"
"Begini. Dulu, kalau ibu hamil muda, bawaannya enggan melayani bapaknya Neni. Bahkan dipaksa pun ibu menolak. Dan itu berlangsung sampai tiga bulan. Maka bapak jadi tidak kuat. Akhirnya sebagai jalan keluar, setiap ingin bapak minta itunya dikocok oleh tangan ibu sampai keluar," ujar ibu mertuaku.
"Saya sudah minta begitu Bu, tetapi Neni tetap tidak mau," kataku menukas.
Ibu mertuaku terdiam. Ia ingin menyampaikan sesuatu tetapi terlihat ragu. Wajahnya menunduk. Sampai akhirnya, "Hen, ibu kasihan sama kamu. Biarlah ibu yang bantu mengocok, biar pusingnya hilang," ujarnya lirih.
Sungguh aku sangat senang dengan tawaran ibu mertuaku. Daripada mengocok sendiri sambil membayangkan paha dan pantat besar ibu mertuaku. Kini dia yang malah menawarkan diri untuk mengocok kontolku. Pasti lebih asyik, pikirku.
"Te.. Terus kapan Bu? Saat ini kepala saya sangat pusing." Memang sejak tadi gairahku naik cukup tinggi.
"Sekarang juga boleh," katanya menawarkan.
Tadinya ibu mertuaku mau melakukannya di tempat kami duduk di dekat kandang ayam. Tapi kutolak dengan alasan kurang leluasa dan tempatnya kurang nyaman. Akhirnya kami sepakat melakukan di kamar tamu, karena di kamar yang ditempati ibu mertuaku ada Lani putriku. Ibu memintaku untuk lebih dulu mengecek apakah Neni sudah pulas apa belum. Katanya, nggak enak kalau sampai Neni tahu. Dan Neni ternyata sudah pulas mendengkur hingga aku langsung menyusul ibu mertuaku ke kamar tamu.
Di dalam kamar, ibu mertua menungguku duduk di tepian ranjang. Tapi ia nampak canggung, mungkin malu atau entah apa yang membersit di kepalanya. Namun aku tak peduli dan segera kulepaskan sarung dan baju kaos yang kukenakan. Dengan rudal yang telah tegak mengacung dan tubuh bugil telanjang bulat aku duduk merapat ke ibu mertuaku.
"Ayolah Bu, biar pusingku hilang. Katanya mau mengocok?" kataku sambil menarik tangan ibu mertuaku dan menempelkannya di penisku.
Melihat kontolku yang ukurannya lumayan besar dan telah tegak mengacung, wanita itu agak tertegun melihatnya. Wajahnya kian tertunduk tapi kuyakin ia mengagumi alat kejantananku itu. Mengagumi kepala penisku yang membonggol dan batangnya yang cukup besar dihiasi urat-urat menonjol.
"Dibandingkan milik ayah, besar mana Bu dengan punyaku?" Kataku mencoba menetralisir ketegangan.
Dengan reflek ibu mertua mencubit pahaku. Tapi ia tidak marah.
"Hushh.. Jangan ngomongin orang yang sudah meninggal. Tapi punya kamu memang jauh lebih besar. Sampai takut ibu melihatnya," ujar ibu mertuaku.
"Takut... apa seneng?" timpalku.
Ia mencubit lagi, tapi pelan saja dan tidak menimbulkan sakit. Selanjutnya, tangan ibu mertuaku mulai beraksi. Pertama kepala penisku dibelai-belainya dengan lembut, lalu usapannya turun ke kantung pelirku. Cara menyentuhnya benar-benar profesional dan menimbulkan sensasi luar biasa. Terlebih saat ia mulai menggenggam batang penis itu dan mengocoknya perlahan.
Disamping mengocok, terkadang tangan ibu mertuaku seperti meremas gemas batang penisku. Akupun mendesah, menggelinjang menahan nikmat.
"Ahh.. Sshh.. Enak sekali Bu..,. Oohh," rintihku tertahan.
Tanpa sadar aku telah mendekap ibu mertuaku. Wajahku yang membenam di lehernya membaui aroma wangi cologne yang biasa dipakai istriku hingga gairahku kian terpacu. Dan ah, ternyata ibu mertuaku tidak mengenakan BH. Aku tahu karena lenganku yang mendekap tubuhnya menyentuh bukit lembut di balik daster yang dikenakannya. Maka segera saja susu ibu mertuaku itu kugerayangi.
Meski aku menggerayang dari luar dasternya, tapi kuyakin buah dada ibu mertuaku lebih besar dibanding milik Neni istriku. Hanya agak lembek dan kendur. Bentuknya juga sudah merosot dan menggelantung karena putingnya berada agak di bawah. Sambil menahan nikmat oleh kocokkan dan elusan mengasyikkan tangannya pada kontolku, kubelai dan sesekali kuremas payudara ibu mertuaku. Bergantian kiri dan kanan.
Tak puas hanya menggerayangi dari luar bajunya, tanganku mulai mencari-cari kancing dasternya dan langsung kubukai. Namun ketika tanganku hendak menelusup merogoh masuk melalui bagian atas dasternya yang telah terbuka, ia seolah mencegah.
"Ibu sudah tua Hen, punya ibu sudah jelek dan kendur," katanya seperti mengingatkan tapi tidak mencoba mencegah tanganku yang telah menelusup masuk.
Dulu susu ibu mertuaku pasti sangat montok dan mancung bentuknya. Pasti almarhum ayah mertuaku senang membelai, meremas atau meneteknya. Kini di usianya yang telah 53 tahun, memang sudah agak kendur. Namun tetap tidak mengurangi gairahku untuk meremasinya. Apalagi putingnya juga besar menonjol, hingga aku jadi gemas untuk memilinnya dengan telunjuk dan ibu jariku. Nafas ibu mertuaku mulai memberat setiap aku memilin-milin putingnya. Dengus nafasnya menerpa wajahku yang berada sangat dekat dengan wajah ibu mertuaku.
"Hen, lama banget punya kamu keluarnya. Ibu sudah pegel nih mengocoknya," perlahan ibu mertuaku berujar.
Sebenarnya itu siasatku saja karena sejak tadi pertahananku sudah hampir jebol tetapi selalu kutahan.
"Kalau begitu ibu berhenti dulu deh, gantian aku yang kerja," kataku sambil turun dari ranjang lalu mengambil posisi berjongkok di depan kaki ibu mertaku yang menjuntai.
"Kamu mau apa Hen?!"
Ia sangat kaget ketika aku menyingkapkan dasternya dan mencoba merenggangkan posisi kakinya.
"Aku ingin lihat punya ibu," balasku.
Tadinya ibu mertuaku mencoba bertahan agar posisi kakinya tetap terhimpit. Namun karena aku memaksa, himpitannya mulai mengendor.
"Ibu nggak pakai celana dalam Hen. Jangan, ibu malu," katanya lagi tetapi membiarkan tanganku merenggangkan kedua kakinya.
Dari balik dasternya yang tersingkap sangat lebar, ternyata benar. Di samping tidak mengenakan BH, ibu mertuaku juga tidak memakai celana dalam. Di antara pahanya yang membulat putih montok, kemaluannya terlihat membusung lebar. Tetapi tanpa rambut, nampaknya ibu mertuaku rajin mencukur. Bibir kemaluannya agak tebal dan berwarna agak kecoklatan. Kontras dengan celahnya di bagian agak ke dalam yang berwarna merah muda. Pasti ayah mertuaku dulu sering mengentotnya dan dari lubang inilah Neni dilahirkan.
Jakunku turun naik dan berkali-kali aku meneguk air liur melihat pemandangan menggairahkan itu. Tak tahan cuma hanya melihatnya, aku mulai menyentuh dan menggerayangi kemaluannya. Kuusap-usap dan kubelai memeknya yang membukit dan menggairahkanku itu.
Sudah enam bulan lebih aku tak menyentuh bagian paling merangsang milik wanita ini atau sejak istriku selalu menolak kuajak berhubungan suami istri. Ternyata, memek gundul tanpa rambut juga lebih merangsang. Aku membelai memeknya sambil mulutku menciumi paha montok ibu mertuaku. Ibu mertuaku menggelinjang, mendesah menahan gairah. Dan sejauh itu, ia membiarkanku meluahkan gairahku yang telah cukup lama disapih dalam segala hal oleh Neni, istriku.
Namun ketika ciumanku mendekat ke selangkangannya, ibu mertuaku sedikit berontak. Tangannya menahan kepalaku agar mulutku tak menempel di bibir kemaluannya.
"Iihh... Mau diapain Hen? Jangan ah, kotor," katanya.
Apakah ia tidak pernah mendapatkan oral seks? Mungkin saja, karena ayah dan ibu mertuaku tergolong produk lampau. Berpikir begitu aku jadi nekad untuk memperkenalkan jilatan lidahku yang sering membuat istriku kelojotan bak cacing kepanasan. Kutekan keras kepalaku untuk mengalahkan penolakan ibu mertuaku sampai mulutku menyentuh memeknya.
Memek ibu mertuaku tidak berbau, nampaknya ia rajin merawatnya. Saat lidahku mulai menyapu bibir kemaluannya, penolakannya mulai mengendur. Bahkan kuyakin ia mulai menikmatinya ketika lidahku menelusup ke celah memeknya dan menjilati kelentitnya. Ia mengerang dan merintih tertahan.
"Gimana Bu, enak kan?" ujarku sambil terus menjilat dan menyapu lubang nikmat ibu mertuaku.
Bahkan sesekali kucerucupi dan kusedot-sedot kelentitnya. Ia terus mendesis dan mengerang menahan nikmat.
"Aahh..,. Sshh..,.. Enak sekali Hen, oohh. Ibu baru merasakan yang seperti ini Hen.., oohh..,.. Sshh..,.. Aakkhh," erangnya tertahan.
Lubang memek ibu basah, banjir oleh campuran ludahku dan cairan yang keluar dari vaginanya yang terasa asin. Rintihan dan erangan ibu mertuaku membuat gairahku kian terpacu. Aku juga takut ia mendahului mencapai klimaks dengan oral seks dan menjadikannya menolak untuk disetubuhi. Maka di tengah erangan dan rintihannya yang tak putus-putus, aku langsung berdiri.
Kakinya yang menjuntai ke bawah ranjang makin kurenggangkan dan kontolku yang tegak mengacung kuarahkan ke liang sanggamanya. Kepala penisku yang membonggol besar kugeser-geserkan di bibir kemaluannya yang merekah lalu perlahan kudorong masuk. Bblleess, sekali tekan amblas terbenam batang penisku. Karena di samping banyak cairan pelicin yang bercampur ludah, nampaknya lubang memek ibu mertuaku sudah cukup longgar.
Ibu mertuaku yang tadinya tiduran bangkit seperti terkaget dan seolah hendak memprotes tindakanku.
"Hen..,. Ja.. Jangan! Aa.. Aku ibu mertuamu Hen, ja.. Ja..,.. Aahh.. Oohh..,.. Sshh..,.. Akkhh," tetapi protesnya berubah menjadi erangan dan ungkapan kenikmatan setelah aku memaju mundurkan penisku di lubang vaginanya.
Susu ibu mertuaku yang besar ikut terguncang-guncang setiap kali penisku keluar masuk di lubang nikmatnya. Tubuhnya tergetar dan matanya membeliak-beliak dengan mulut yang terus mendesis. Tampaknya ia sangat menyukai sodokan-sodokan kontolku yang menghujami memeknya.
Sebenarnya aku ingin sekali meremasi susu ibu mertuaku yang terguncang-guncang menggemaskan itu atau mengulum putingnya yang mencuat coklat kehitaman. Ingin pula kulumat bibirnya yang membasah. Namun karena ingin memberi kesan yang baik padanya, aku berusaha sekuat tenaga untuk dapat memuaskannya. Hunjaman kontolku di lubang nikmatnya kadang kupercepat dan kadang kumainkan dalam tempo lambat.
Sambil terus menyodok-nyodok memeknya, sesekali kelentitnya yang mencuat kumainkan dengan jari telunjukku yang telah kubasahi dengan ludah. Variasi yang kulakukan membuat ibu mertuaku semakin kelabakan. Pinggulnya diangkat seperti hendak menyongsong sodokan kontolku. Rintihan dan erangannya semakin keras. Untung pintu kamar sudah kukancing dari dalam dan istriku pulas tertidur.
Akhirnya, tubuh ibu mertuaku mengejang.
"Ohh.. Ahh.. Shh.. Aakkhh enak sekali Hen, ibu nggak tahan mau keluar ahh.. Ahh," nampaknya ia hendak mendapatkan orgasmenya.
Maka dengan cepat kupacu sodokan dan hunjaman kontolku di memek ibu mertuaku. Hingga ia seperti melolong dan merintih menahan nikmat. Aku baru berhenti setelah kulihat matanya membeliak dan hanya terlihat bagian putihnya dan tangan ibu mertuaku mencengkeram keras kain sprei tempatnya berbaring. Kubiarkan ibu mertuaku terkapar menikmati sisa-sisa kenikmatan yang baru didapatnya dengan nafas yang masih memburu.
Aku keluar menuju kamar mandi. Aku ingin membersihku rudalku yang masih tegak mengacung selagi ibu mertuaku masih terkapar. Batang kontolku terasa lengket belepotan oleh lendir dari memek ibu mertuaku. Juga sambil menengok Neni di kamarnya, takut ia terbangun. Saat aku kembali, ibu mertuaku sudah berdiri dan bermaksud keluar kamar hingga aku mencegahnya.
"Bu saya masih ingin. Saya belum keluar nih," kataku berbisik sambil meremas pelan susunya.
"Iya.., ibu hanya ke kamar mandi sebentar kok," ujarnya sambil mencubit tanganku yang nakal.
Tidak begitu lama ia kembali masuk kamar. Tidak seperti di babak pertama dimana ibu mertuaku agak canggung, di babak kedua dia lebih santai. Ia sama sekali tidak menolak ketika tubuhnya langsung kupeluk dan kulepaskan handuk yang melilit tubuhnya.
Bahkan masih sambil berdiri, ketika tanganku menggerayangi pantatnya yang besar dan meremas-remasnya, ia membalas dengan meremasi dan mengocok kontolku yang mengacung. Pantat ibu mertuaku agak basah dan ada wangi sabun mandi yang merebak. Pasti ia telah menyabuni bagian bawah tubuhnya saat di kamar mandi.
Lepas dari pantatnya, aku mulai menggerayangi buah dadanya. Susunya yang bentuknya mirip pepaya menggelantung itu, kendati ukurannya cukup besar tetapi terasa lembek dalam remasan tanganku. Ia mulai mendesah saat mulutku mulai meneteknya. Putingnya yang berwarna coklat kehitaman terasa mengeras dalam hiasapan mulutku. Ah, sudah lama aku tidak menetek susu Neni istriku. Maka meski payudara ibu mertuaku sudah lembek, aku tetap dengan rakus meneteknya.
Saat tubuhnya kudorong ke ranjang, ia langsung tiduran telentang. Pahanya dibuka lebar mengangkang hingga kemaluannya yang besar membukit tempak merekah menanti batang zakarku. Tampaknya ibu mertuaku hanya mengenal posisi konvensional dalam bersetubuh.
"Ibu jangan mengangkang, nungging saja. Biar saya tusuk dari belakang," kataku.
"Memang bisa Hen? Ada-ada saja kamu," ia memang tampak kaget dengan posisi doggy style yang kuminta.
Tetapi tanpa menolak, wanita berusia 53 tahun itu langsung memenuhinya. Dalam posisi menungging, pantat ibu mertuaku tampak lebih merangsang. Besar dan menggunung. Lubang anusnya coklat kehitaman, sementara kemaluannya yang gundul nampak menyembul di bagian bawah di antara kedua pahanya.
Tanpa menunggu terlalu lama, aku yang memang sudah cukup lama menahan gairah langsung mengarahkan kepala penisku ke lubang nikmatnya dari belakang. Mula-mula hanya kugesek-gesekkan di bibir kemaluannya lalu sedikit demi sedikit kutekan, hingga kepala penisku yang membonggol besar mulai masuk. Setelah mendapatkan jalan, langsung kudorong hingga amblas terbenam sampai seluruh batangnya melesak ke dalam. Ibu mertuaku agak tersentak dan tubuhnya sedikit mengejang.
Mengentoti ibu mertuaku dengan menusuk dari belakang ternyata lebih menggairahkan. Sambil mengokocok-kocok lubang memeknya dengan batang penisku, aku bisa meremasi pantatnya yang besar. Sesekali kuulurkan tanganku untuk menggerayang dan meremas susunya yang menggelantung dan terayun-ayun. Wanita itu kembali mendesah dan terkadang merintih. Nampaknya ia mulai merasakan nikmatnya sodokan batang penisku. Aku jadi tambah bersemangat, sodokanku semakin kupercepat.
"Ahh.., ah.. Ah, Hen enak sekali punyamu Hen. Kontolmu enak banget, ah... ah..... Sshh.. aakkhh," mulut ibu mertuaku terus meracau.
Mendegar lenguhan dan desahannya yang bak orang kepedasan, aku kian bersemangat. Aku ingin ia benar-benar puas oleh layananku. Syukur kalau sampai ketagihan. Hingga tak perlu pusing walau Neni mangkir melayani kebutuhan biologisku. Kocokkan kontolku di memek ibu terus kupercepat sampai menimbulkan bunyi yang khas.
Cloop.. Cloop.. Cloop. Dan bunyi khas itu benar-benar ikut menyemangatiku untuk terus menancap dan menarik rudalku di dalam lubang nikmatnya. Sampai akhirnya, pertahannan ibu mertuaku kembali jebol. Kembali ia meraih orgasmenya hingga tubuhnya kembali mengejang dan akhirnya tubuh mertuaku ambruk tengkurap di kasur.
"Ibu capai Hen, istirahat sebentar yah. Kamu kuat banget dan punyamu juga besar banget, Neni beruntung bersuamikan kamu," di sela nafas beratnya.
Keringat terlihat mengucur di dahi dan tubuhnya. Ia pasti kelelahan. Selama ibu tengkurap melepas lelah, aku juga memanfaatkannya untuk memulihkan tenaga dengan tiduran di sampingnya. Aku tidak tega kalau harus memaksakannya terus melayaniku meskipun sebenarnya tadi hampir kuraih ejakulasiku.
Namun melihat ketelanjangan tubuh mertuaku, tanganku seperti tak mau diam. Bongkahan pantatnya yang besar membusung mengundangku untuk meremas-remas dengang gemas. Bahkan sesekali jari tengahku sengaja menelusup di antara buah pantatnya dan kumasukkan ke dalam lubang memeknya. Akibatnya ia menggelinjang dan membalikkan tubuh menjadi telentang.
"Geli Hen, tangan kamu nakal!" Ujarnya sambil memencet hidungku.
Kembali bagian tubuhnya yang mengundang gairahku langsung menjadi sasaran tanganku. Perut mertuaku yang sudah tidak rata bahkan sedikit bergelombang kuusap. Lalu susunya yang sudah agak kendur kuremas dan kupilin pentilnya yang besar. Namun saat aku bangkit dan hendak menindihnya ia mencegah.
"Kamu telentang saja. Sekarang giliran ibu yang melayani kamu. Tapi ibu ke kamar mandi sebentar," ia bangkit dan langsung keluar ke kamar mandi.
Saat mertuaku kembali, ia membawa termos yang biasa untuk menyimpan air panas, baskom plastik dan handuk kecil. Tidak mungkin ia akan membuatkan kopi dengan peralatan seperti itu. Tetapi untuk apa?
Pertanyaan itu terjawab setelah ibu mertuaku kembali telanjang dan mulai menjalankan aksinya. Ternyata, handuk kecil itu setelah dicelup air hangat digunakan untuk menyeka tubuhku seperti mengompres tetapi dilakukan di sekujur tubuh. Dimulai dari telapak kaki terus naik ke atas dan menyeka hampir seluruh permukaan kulitku. Hanya wajah dan rambutku yang tidak dikompresnya.
"Enak kan Hen? Ini membuat peredaran darahmu menjadi lancar dan menambah semangat," katanya sambil terus menyeka bagian-bagian tubuhku.
Aku merasa sangat dimanjakan olehnya.
"Dulu Bapak (maksudku almarhum ayah mertuaku) juga suka dibeginikan kalau main sama ibu?"
"Ini idenya malah dari bapak," jawab ibu mertuaku.
Tubuhku terasa sangat segar dan gairahku kian meninggi setelah diseka seluruh permukaan kulitku dengan handuk hangat. Terakhir, secara khusus ibu mertuaku mengompres cukup lama kontolku yang masih tegak mengacung. Bahkan biji-biji pelirku pun ikut disekanya juga sampai ke lubang duburku.
Dan puncaknya, setelah handuk dan baskom diletakan di meja, giliran mulutnya yang digunakan untuk mengerjai kontolku. Dijilat-jilatnya kepala penisku yang membonggol besar, lalu dikulum dan dimasukannya ke mulutnya. Hanya setengah batang penisku yang berhasil masuk ke mulut ibu mertuaku. Mungkin terlalu panjang ukurannya. Tetapi terasa sangat nikmat saat ia mulai menghisap-hisapnya.
"Aakhh..... Enak sekali Bu. Sshh.. Oohh," rintihku tertahan.
Hisapan dan jilatan mulut Neni tak sampai senikmat ibu mertuaku. Tidak hanya batang penisku yang disosor dengan mulutnya. Namun biji pelirku pun ikut dikulum dan diseka dengan lidahnya. Bahkan, lidah ibu mertuaku bergerilya menyeka sampai ke lubang duburku. Nikmatnya tak terkira. Aku menggelinjang, tubuhku meliuk-liuk menahan nikmat.
"Aahh, sshh.. Aahh, enak sekali Bu. Ouuhhkhh.. Sa... sa.. Saya mau keluar Bu," rintihku akhirnya karena tak mampu menahan gairah lebih lama.
Ibu mertuaku langsung tanggap. Dihentikannya kuluman dan jilatan pada penisku. Diambilnya posisi berjongkok persis diatas pinggangku dengan kedua kaki berada diantara tubuhku yang telentang. Kulihat memeknya yang ukurannya cukup besar nampak membuka lubangnya lalu ia mulai menurunkan pantatnya.
Kurasakan bibir kemaluannya menyentuh kepala penisku yang tegak mengacung. Dan akhirnya, bblleess.. Batang kontolku masuk ke kehangatan lubang memeknya. Aku kembali mengerang menahan nikmat yang kudapatkan.
Terlebih saat ibu mertuaku mulai menaik turunkan pantatnya. Nikmat yang kurasakan terasa semakin menggila. Mungkin juga karena sudah cukup lama aku tidak bersetubuh sejak Neni istriku menolak melayani. Hanya yang pasti memek ibu terasa lebih mantap, kesat dan lebih menjepit.
Sesekali ibu mertuaku berhenti menaik turunkan pantatnya berganti gerakan dengan menggoyang-goyangkan pinggulnya secara memutar. Sepertinya ia ingin mengeluarkan semua jurusnya untuk memuaskan dahagaku. Aku semakin kelimpungan dibuai kenikmatan yang diberikan.
Satu hal yang tidak kutemukan pada Neni, istriku, memek ibu mertuaku terasa lebih legit. Dinding bagian dalam kelaminnya mampu meremas dan mengempot batang kontolku, setiap kali ia menggoyang pantat dan menekannya. Puncaknya, ketika goyangan pantat mertuaku semakin cepat, gairahku semakin tak tertahan.
Tubuhku mengejang dan batang kontolku berkejut-kejut di lubang nikmat ibu mertuaku menyemburkan mani dalam jumlah sangat banyak. Di saat bersamaan, nampaknya ibu mertuaku juga kembali mendapatkan orgasmenya yang ketiga sampai akhirnya kami sama-sama terkapar.
Sejak itu, aku dan ibu mertuaku selalu mengulang permainan panas yang memabukkan. Aku tak lagi harus menahan derita pusing kepala karena Neni tak mau memberi jatah layanan ranjangnya. Dan ibu mertuaku, nampaknya juga sangat menikmati. Layaknya suami istri, kadang bahkan ibu mertuaku yang meminta.
"Punya kamu marem banget sih Hen, jadi ibu suka ketagihan," ujarnya memberi alasan.
Tetapi ia tetap berusaha keras untuk selalu bersikap wajar di hadapan Neni hingga perbuatan kami lancar-lancar saja dari waktu ke waktu.
Seperti malam itu, aku harus lembur sampai malam dengan komputerku. Karena besok sejumlah laporan harus sudah tersaji di meja pimpinan. Namun baru saja aku mau mulai menyelesaikan berkas terakhir yang harus kukerjakan, pintu kamar tamu tempatku bekerja kudengar dibuka. Ibu mertuaku masuk, membawa segelas besar kopi panas dan pisang keju kegemaranku.
"Masih banyak lemburannya Hen, itu kopinya diminum dulu biar seger," ujar ibu mertuaku sambil memijat pundakku dari belakang.
Sikapnya yang lembut dan penuh perhatian layaknya istri yang berbakti kepada suami membuatku senang bermanja padanya. Sambil menyandarkan tubuh kunikmati pijatan tangannya yang lembut.
"Eehh kok malah kesenengan, nanti ketiduran. Itu kopinya diminum dan lanjutin kerjanya, nanti nggak selesai. Ibu mau lihat Lani di kamar," ujarnya lagi ketika melihatku terkantuk-kantuk karena pijatannya.
Namun sebelum ia keluar kamar aku sempat meraih tangannya. Kutarik dan kupaksa duduk di pangkuanku. Kupagut bibirnya dan tanganku langsung meliar ke bagian tubuhnya yang paling kusuka. Dibalik dasternya, mertuaku ternyata tidak memakai BH maupun celana dalam. Kuremas pelan buah dadanya dan kupilin-pilin putingnya. Sementara telapak tanganku yang lain telah berhasil menelusup ke selangkangannya dan menemukan kemaluannya yang tidak terbungkus CD.
"Ibu sudah kepingin ya. Kok nggak pakai BH dan CD?" ujarku berbisik di telinganya.
Jari tengah tanganku telah berhasil masuk ke lubang vaginanya. Terasa hangat dan basah. Ia menggelinjang dan kurasakan jemari tangannya telah mencengkeram penisku yang mulai bangkit. Aku memang hanya bersarung dan juga tidak pakai CD.
"Tapi kamu kan lagi kerja Hen," ia menjawab lirih sambil mendesah.
Besar juga nafsu ibu mertuaku ini, pikirku dalam hati.
"Sudah hampir rampung kok Bu. Biar pagi-pagi sebelum berangkat saya selesaikan," kataku.
Nafsu ibu mertuaku memang benar-benar besar. Tak kusangka wanita seusia dirinya masih memiliki gairah yang cukup tinggi. Terbukti, setelah melepas daster yang dikenakan ia langsung memerosotkan kain sarung yang kukenakan. Rudalku yang telah tegak mengacung dijadikan sasaran. Wanita yang kini bertelanjang bulat itu, sambil berjongkok mulai mengelus dan mengocok pelan penisku.
"Punya kamu besar banget dan kekar Hen. Ibu benar-benar ketagihan," katanya sambil mengagumi kejantananku yang notabene adalah menantunya.
Tak puas hanya meremas dan mengocok, ia mulai melumat batang penisku dengan mulutnya. Disapu-sapunya sesaat kepala penisku dengan lidahnya, lalu dikulumnya dengan nikmat tongkat komandoku itu. Luar biasa nikmat kuluman ibu mertuaku terlebih ketika ia mulai menghisap-hisapnya. Aku menggelinjang menahan gairah dan kenikmatan yang diberikan.
"Aakkhh.. Enak banget Bu. Oohh.. Ya.. Ya terus ahh terus.. Terus hisaapp aahh," rintihku sambil memegangi dan meremas rambut kepala ibu mertuaku.
Aksi mulut ibu mertuaku di selangkanganku semakin menjadi. Setelah melepaskan kulumannya pada batang penisku, ia mengalihkan sasarannya di kantong kemenyan kontolku. Biji-biji pelirku dicerucupinya dengan lahap. Bahkan, tanpa sungkan, lubang anusku ikut dijilatinya sekalian. Aku jadi kelabakan menahan nikmat tak terkira. Terlebih ketika ujung lidahnya seperti hendak menyodok menerobos masuk ke lubang duburku. Pertanahanku nyaris jebol kalau saja tak segera kuhentikan aksinya itu.
Kami berganti posisi, kuminta ia duduk mengangkang di kursi yang tadi kududuki. Kemaluan ibu mertuaku nampak besar dan cembung. Kelimis tanpa rambut, nampaknya baru habis dicukur. Bibir kemaluannya yang tebal coklat kehitaman nampak berkerut-kerut. Mungkin begitulah kalau memek sudah sering dipakai. Namun tidak menghalangi gairahku untuk segera melahapnya. Mulutku langsung menciumi dan mencerucupinya. Dan kugunakan lidahku untuk menyapu dan menjilatnya.
Ia menggelinjang, menahan nikmat akibat sentuhan mulut dan lidahku di liang sanggamanya. Lubang memek ibu mertuaku tambah basah akibat bercampur dengan ludah yang keluar dari mulutku. Sesekali kelentitnya kujepit dengan dua bibirku dan kutarik-tarik. Lalu kuhisap dan kusedot.
"Aauuww.. Hen, kamu apakan ibu? Ahh.. Enak banget Hen. Ibu nggak pernah merasakan yang seperti ini sayang. Ya.. Ya.. Terus.. Terus hisap dan jilat sayang. Ibu bisa gila Hen.... Ya.. Ya.. Aahh.. Sshh aahh..... Nikkhhmmaatt," rintih ibu mertuaku.
Reaksinya makin menjadi ketika lubang duburnya yang kujadikan sasaran jilatan lidahku. Ia menggelepar seperti cacing kepanasan dan mulutnya menceracau tak karuan.
"Oohh..,.. Ibu enak banget Hen, teruss.. Eenaakk.. Sshh. Terus jilat sayang..,.. Ya.. Ya.., terus jliat. Enakk sayang..,. Aahh.. Enak banget," ia merintih sambil menjambaki rambutku.
Aku takut suara ibu sampai membangunkan Neni di kamarnya. Maka untuk mengurangi suara berisiknya, kusodorkan jari telunjuk tangan kananku ke mulutnya agar ia menghisapnya.
Sesaat upayaku berhasil, setelah mulutnya tersumpal jari telunjukku. Mulutnya tidak lagi menceracau dan mendesis-desis seperti ular cari mangsa yang bisa membangunkan Neni. Bahkan ia mulai menghisap-hisap jariku yang membuatku semakin menikmati acara pemanasan itu. Tetapi ketika ujung lidahku mulai mencucuk lubang duburnya, reaksinya kembali menggila. Ia mengerang tertahan dengan suara yang cukup keras.
"Aakkhh..,.. Enaak bangeett Hen! Aakkhh, sshh ibu nggaak kuat..,.. Nggaakk kuat dan mau keluar Hen," rintihnya makin menjadi.
Aku tahu, itu pertanda ia tak dapat lagi membendung gairahnya. Tak ingin menyiksanya terlalu lama, segera kuhentikan jilatan lidahku di lubang anusnya. Lagian aku juga sudah ingin menikmati kelegitan vaginanya. Maka penisku yang telah tegak mengacung langsung kuarahkan ke kemaluan mertuaku. Kepala penisku yang membonggol besar kugesek-gesekkan di bibir kemaluannya dan lalu kutekan. Bblleess.., sekali dorong langsung amblas tertelan di lubang nikmat itu.
Posisiku yang berdiri sementara ibu mertuaku duduk mengangkang di kursi sangat memungkinkanku untuk melakukan berbagai manuver. Maka dengan semangat 45 segera saja kugenjot tubuh mertuaku. Batang penisku langsung menyodok-nyodok, keluar masuk di dalam liang sanggamanya.
Sebagian bibir dalam vagina ibu mertuaku seperti ikut tertarik keluar bersama penisku dan kembali masuk ke dalam saat aku mendorongnya. Mungkin karena ukuran kontolku yang kelewat besar atau karena bibir bagian dalam vagina ibu mertuaku yang telah menggelambir. Namun terus terang vagina ibu mertuaku lebih enak dibanding milik Neni, anaknya yang juga istriku.
"Kontolmu gede banget Hen..,. Aahh.. Sshh.. Oouukkhh.. Punya ibu seperti mau jebol. Tapi bener-benar enak sayaang..,.. Aakkhh terus sayang.. Enak banget," mulutnya kembali menceracau.
"Saya juga suka sama memek ibu. Sshh.., aakkhh.. Tebal, keset dan legit. Saya suka banget ngentot sama ibu," ujarku tak mau kalah.
"Jadi meskipun Neni nggak mau melayani kamu nggak akan cari wanita lain kan?" Katanya lagi.
"Pasti Bu, kan sudah ada ibu! Kalau ibu mau terus melayani, saya akan terus sayang sama Neni dan ibu,"
"Tentu sayang, tentu. Ibu suka banget dientotin sama kamu Hen. Aahh..,. Aahh.. Sshh.. Ookkhh.. Enak bangat. Aahh.. Aahh.. Sshh.. Sshh.. Ibu mau keluar sayang.. Ya.. Ya terus sayang," mata ibu mertuaku kulihat mebeliak-beliak dan mulutnya makin mendesis.
Aku jadi kian semangat melihat ia telah hampir menggapai puncak kenikmatannya. Sodokan penisku di lubang memeknya semakin kupercepat sambil tanganku meremas gemas buah dadanya yang terguncang-guncang.
Akhirnya, seiring dengan puncak kenikmatan yang kudapat, kurasakan tubuh ibu mertuaku mengejang. Lalu memeknya terasa mengempot dan menyedot penisku.
"Ibu keluar.. Hen.. Aahh.. Aahh ibu keluar sshh.. Aahh enak banget sayang.. Enaakk.. Banget," rintihan ibu mertuaku meninggi karena telah didapat orgasmenya.
Akupun tak mau kalah, penisku berkedut-kedut di lubang nikmat ibu mertuaku. Pertahananku ambrol setelah maniku menyembur di memek ibu.
"Saya juga keluaarrhh Bu.., aahh.. Sshh..,.. Ssh ayo jepit Bu terus jepit dengan memek ibu, aahh enakk banget.. Sshh.. Aahh.. Aakkhh."
Suasana hening sesaat. Karena kecapaian akhirnya kami pulas tertidur sambil berpelukan. Entah sampai kapan hubungan sumbang kami ini akan berakhir.
TAMAT

NGENTOT DENGAN KEPONAKANKU SAAT SUAMI KERJA KELUAR KOTA


"Kriing.." jam di meja memaksa aku untuk memicingkan mata.
"Wah gawat, telat nih" dengan tergesa-gesa aku bangun lalu lari ke kamar mandi.
Pagi itu aku ada janji untuk menjaga rumah tanteku. Oh ya, tanteku ini orangnya cantik dengan wajah seperti artis sinetron, namanya Ninik. Tinggi badan 168, payudara 34, dan tubuh yang langsing. Sejak kembali dari Malang, aku sering main ke rumahnya. Hal ini aku lakukan atas permintaan tante Ninik, karena suaminya sering ditugaskan ke luar pulau. Oh ya, tante Ninik mempunyai dua anak perempuan Dini dan Fifi. Dini sudah kelas 2 SMA dengan tubuh yang langsing, payudara 36B, dan tinggi 165. Sedangkan Fifi mempunyai tubuh agak bongsor untuk gadis SMP kelas 3, tinggi 168 dan payudara 36. Setiap aku berada di rumah tante Fifi aku merasa seperti berada di sebuah harem. Tiga wanita cantik dan seksi yang suka memakai baju-baju transparan kalau di rumah. Kali ini aku akan ceritakan pengalamanku dengan tante Ninik di kamarnya ketika suaminya sedang tugas dinas luar pulau untuk 5 hari.
Hari Senin pagi, aku memacu motorku ke rumah tante Ninik. Setelah perjalanan 15 menit, aku sampai di rumahnya. Langsung aku parkir motor di teras rumah. Sepertinya Dini dan Fifi masih belum berangkat sekolah, begitu juga tante Ninik belum berangkat kerja.
"Met pagi semua" aku ucapkan sapaan seperti biasanya.
"Pagi, Mas Firman. Lho kok masih kusut wajahnya, pasti baru bangun ya?" Fifi membalas sapaanku.
"Iya nih kesiangan" aku jawab sekenanya sambil masuk ke ruang keluarga.
"Fir, kamu antar Dini dan Fifi ke sekolah ya. Tante belum mandi nih. Kunci mobil ada di tempat biasanya tuh." Dari dapur tante menyuruh aku.
"OK Tante" jawabku singkat.
"Ayo duo cewek paling manja sedunia." celetukku sambil masuk ke mobil. Iya lho, Dini dan Fifi memang cewek yang manja, kalau pergi selalu minta diantar.
"Daag Mas Firman, nanti pulangnya dijemput ya." Lalu Dini menghilang dibalik pagar sekolahan.
Selesai sudah tugasku mengantar untuk hari ini. Kupacu mobil ke rumah tante Ninik.
Cerita Dewasa - Setelah parkir mobil aku langsung menuju meja makan, lalu mengambil porsi tukang dan melahapnya. Tante Ninik masih mandi, terdengar suara guyuran air agak keras. Lalu hening agak lama, setelah lebih kurang lima menit tidak terdengar gemericik air aku mulai curiga dan aku hentikan makanku. Setelah menaruh piring di dapur. Aku menuju ke pintu kamar mandi, sasaranku adalah lubang kunci yang memang sudah tidak ada kuncinya. Aku matikan lampu ruang tempatku berdiri, lalu aku mulai mendekatkan mataku ke lubang kunci. Di depanku terpampang pemandangan alam yang indah sekali, tubuh mulus dan putih tante Ninik tanpa ada sehelai benang yang menutupi terlihat agak mengkilat akibat efek cahaya yang mengenai air di kulitnya. Ternyata tante Ninik sedang masturbasi, tangan kanannya dengan lembut digosok-gosokkan ke vaginanya. Sedangkan tangan kiri mengelus-elus payudaranya bergantian kiri dan kanan.
Terdengar suara desahan lirih, "Hmm, ohh, arhh".
Kulihat tanteku melentingkan tubuhnya ke belakang, sambil tangan kanannya semakin kencang ditancapkan ke vagina. Rupanya tante Ninik ini sudah mencapai orgasmenya. Lalu dia berbalik dan mengguyurkan air ke tubuhnya. Aku langsung pergi ke ruang keluarga dan menyalakan televisi. Aku tepis pikiran-pikiran porno di otakku, tapi tidak bisa. Tubuh molek tante Ninik, membuatku tergila-gila. Aku jadi membayangkan tante Ninik berhubungan badan denganku.
"Lho Fir, kamu lagi apa tuh kok tanganmu dimasukkan celana gitu. Hayo kamu lagi ngebayangin siapa? Nanti aku bilang ke ibu kamu lho." Tiba-tiba suara tante Ninik mengagetkan aku.
"Kamu ini pagi-pagi sudah begitu. Mbok ya nanti malam saja, kan enak ada lawannya." Celetuk tante Ninik sambil masuk kamar.
Aku agak kaget juga dia ngomong seperti itu. Tapi aku menganggap itu cuma sekedar guyonan. Setelah tante Ninik berangkat kerja, aku sendirian di rumahnya yang sepi ini. Karena masih ngantuk aku ganti celanaku dengan sarung lalu masuk kamar tante dan langsung tidur.
"Hmm.. geli ah" Aku terbangun dan terkejut, karena tante Ninik sudah berbaring di sebelahku sambil tangannya memegang Mr. P dari luar sarung.
"Waduh, maafin tante ya. Tante bikin kamu terbangun." Kata tante sambil dengan pelan melepaskan pegangannya yang telah membuat Mr. P menegang 90%.
"Tante minta ijin ke atasan untuk tidak masuk hari ini dan besok, dengan alasan sakit. Setelah ambil obat dari apotik, tante pulang." Begitu alasan tante ketika aku tanya kenapa dia tidak masuk kerja.
"Waktu tante masuk kamar, tante lihat kamu lagi tidur di kasur tante, dan sarung kamu tersingkap sehingga celana dalam kamu terlihat. Tante jadi terangsang dan pingin pegang punya kamu. Hmm, gedhe juga ya Mr. P mu" Tante terus saja nyerocos untuk menjelaskan kelakuannya.
"Sudahlah tante, gak pa pa kok. Lagian Firman tahu kok kalau tante tadi pagi masturbasi di kamar mandi" celetukku sekenanya.
"Lho, jadi kamu.." Tante kaget dengan mimik setengah marah.
"Iya, tadi Firman ngintip tante mandi. Maaf ya. Tante gak marah kan?" agak takut juga aku kalau dia marah.
Cerita Dewasa - Tante diam saja dan suasana jadi hening selama lebih kurang 10 menit. Sepertinya ada gejolak di hati tante. Lalu tante bangkit dan membuka lemari pakaian, dengan tiba-tiba dia melepas blaser dan mengurai rambutnya. Diikuti dengan lepasnya baju tipis putih, sehingga sekarang terpampang tubuh tante yang toples sedang membelakangiku. Aku tetap terpaku di tempat tidur, sambil memegang tonjolan Mr. P di sarungku. Bra warna hitam juga terlepas, lalu tante berbalik menghadap aku. Aku jadi salah tingkah.
"Aku tahu kamu sudah lama pingin menyentuh ini.." dengan lembut tante berkata sambil memegang kedua bukit kembarnya.
"Emm.., nggak kok tante. Maafin Firman ya." Aku semakin salah tingkah.
"Lho kok jadi munafik gitu, sejak kapan?" tanya tanteku dengan mimik keheranan.
"Maksud Firman, nggak salahkan kalau Firman pingin pegang ini..!" Sambil aku tarik bahu tante ke tempat tidur, sehingga tante terjatuh di atas tubuhku.
Langsung aku kecup payudaranya bergantian kiri dan kanan.
"Eh, nakal juga kamu ya.. ihh geli Fir." tante Ninik merengek perlahan.
"Hmm..shh" tante semakin keras mendesah ketika tanganku mulai meraba kakinya dari lutut menuju ke selangkangannya.
Rok yang menjadi penghalang, dengan cepatnya aku buka dan sekarang tinggal CD yang menutupi gundukan lembab. Sekarang posisi kami berbalik, aku berada di atas tubuh tante Ninik. Tangan kiriku semakin berani meraba gundukan yang aku rasakan semakin lembab. Ciuman tetap kami lakukan dibarengi dengan rabaan di setiap cm bagian tubuh. Sampai akhirnya tangan tante masuk ke sela-sela celana dan berhenti di tonjolan yang keras.
"Hmm, boleh juga nih. Sepertinya lebih besar dari punyanya om kamu deh." tante mengagumi Mr. P yang belum pernah dilihatnya.
"Ya sudah dibuka saja tante." pintaku.
Lalu tante melepas celanaku, dan ketika tinggal CD yang menempel, tante terbelalak dan tersenyum.
"Wah, rupanya tante punya Mr. P lain yang lebih gedhe." Gila tante Ninik ini, padahal Mr. P-ku belum besar maksimal karena terhalang CD.
Aksi meremas dan menjilat terus kami lakukan sampai akhirnya tanpa aku sadari, ada hembusan nafas diselangkanganku. Dan aktifitas tante terhenti. Rupanya dia sudah berhasil melepas CD ku, dan sekarang sedang terperangah melihat Mr. P yang berdiri dengan bebas dan menunjukkan ukuran sebenarnya.
"Tante.. ngapain berhenti?" aku beranikan diri bertanya ke tante, dan rupanya ini mengagetkannya.
"Eh.. anu.. ini lho, punya kamu kok bisa segitu ya..?" agak tergagap juga tante merespon pertanyaanku.
"Gak panjang banget, tapi gemuknya itu lho.. bikin tante merinding" sambil tersenyum dia ngoceh lagi.
Tante masih terkesima dengan Mr. P-ku yang mempunyai panjang 14 cm dengan diameter 4 cm.
"Emangnya punya om gak segini? ya sudah tante boleh ngelakuin apa aja sama Mr. P ku." Aku ingin agar tante memulai ini secepatnya.
"Hmm, iya deh." Lalu tante mulai menjilat ujung Mr. P.
Ada sensasi enak dan nikmat ketika lidah tante mulai beraksi naik turun dari ujung sampai pangkal Mr. P
"Ahh.. enak tante, terusin hh." aku mulai meracau.
Cerita Dewasa - Lalu aku tarik kepala tante Ninik sampai sejajar dengan kepalaku, kami berciuman lagi dengan ganasnya. Lebih ganas dari ciuman yang pertama tadi. Tanganku beraksi lagi, kali ini berusaha untuk melepas CD tante Ninik. Akhirnya sambil menggigit-gigit kecil puting susunya, aku berhasil melepas penutup satu-satunya itu. Tiba-tiba, tante merubah posisi dengan duduk di atas dadaku. Sehingga terpampang jelas vaginanya yang tertutup rapat dengan rambut yang dipotong rapi berbentuk segitiga.
"Ayo Fir, gantian kamu boleh melakukan apa saja terhadap ini." Sambil tangan tante mengusap vaginanya.
"OK tante" aku langsung mengiyakan dan mulai mengecup vagina tante yang bersih.
"Shh.. ohh" tante mulai melenguh pelan ketika aku sentuh klitorisnya dengan ujung lidahku.
"Hh.. mm.. enak Fir, terus Fir.. yaa.. shh" tante mulai berbicara tidak teratur.
Semakin dalam lidahku menelusuri liang vagina tante. Semakain kacau pula omongan tante Ninik. "Ahh..Fir..shh..Firr aku mau keluar." tante mengerang dengan keras.
"Ahh.." erangan tante keras sekali, sambil tubuhnya dilentingkan ke kebelakang.
Rupanya tante sudah mencapai puncak. Aku terus menghisap dengan kuat vaginanya, dan tante masih berkutat dengan perasaan enaknya.
"Hmm..kamu pintar Fir. Gak rugi tante punya keponakan seperti kamu. Kamu bisa jadi pemuas tante nih, kalau om kamu lagi luar kota. Mau kan?" dengan manja tante memeluk tubuhku.
"Ehh, gimana ya tante.." aku ngomgong sambil melirik ke Mr. P ku sendiri.
"Oh iya, tante sampai lupa. Maaf ya" tante sadar kalau Mr. P ku masih berdiri tegak dan belum puas.
Dipegangnya Mr. P ku sambil bibirnya mengecup dada dan perutku. Lalu dengan lembut tante mulai mengocok Mr. P. Setelah lebih kurang 15 menit tante berhenti mengocok.
"Fir, kok kamu belum keluar juga. Wah selain besar ternyata kuat juga ya." tante heran karena belum ada tanda-tanda mau keluar sesuatu dari Mr.Pku.
Tante bergeser dan terlentang dengan kaki dijuntaikan ke lantai. Aku tanggap dengan bahasa tubuh tante Ninik, lalu turun dari tempat tidur. Aku jilati kedua sisi dalam pahanya yang putih mulus. Bergantian kiri-kanan, sampai akhirnya dipangkal paha. Dengan tiba-tiba aku benamkan kepalaku di vaginanya dan mulai menyedot. Tante menggelinjang tidak teratur, kepalanya bergerak ke kiri dan kanan menahan rasa nikmat yang aku berikan. Setelah vagina tante basah, tante melebarkan kedua pahanya. Aku berdiri sambil memegang kedua pahanya. Aku gesek-gesekkan ujung Mr. P ke vaginanya dari atas ke bawah dengan pelan. PErlakuanku ini membuat tante semakin bergerak dan meracau tidak karuan.
"Tante siap ya, aku mau masukin Mr. P" aku memberi peringatan ke tante.
"Cepetan Fir, ayo.. tante sudah gak tahan nih." tante langsung memohon agar aku secepatnya memasukkan Mr. P.
Dengan pelan aku dorong Mr. P ke arah dalam vagina tante Ninik, ujung kepalaku mulai dijepit bibir vaginanya. Lalu perlahan aku dorong lagi hingga separuh Mr. P sekarang sudah tertancap di vaginanya. Aku hentikan aktifitasku ini untuk menikmati moment yang sangat enak. Pembaca cobalah lakukan ini dan rasakan sensasinya. Pasti Anda dan pasangan akan merasakan sebuah kenikmatan yang baru.
"Fir, kok rasanya nikmat banget.. kamu pintar ahh.. shh" tante berbicara sambil merasa keenakan.
"Ahh.. shh mm, tante ini cara Firman agar tante juga merasa enak" Aku membalas omongan tante.
Lalu dengan hentakan lembut aku mendorong semua sisa Mr. P ke dalam vagina tante.
"Ahh.." kami berdua melenguh.
Cerita Dewasa - Kubiarkan sebentar tanpa ada gerakan, tetapi tante rupanya sudah tidak tahan. Perlahan dan semakin kencang dia menggoyangkan pinggul dan pantatnya dengan gerakan memutar. Aku juga mengimbanginya dengan sodokan ke depan. Vagina tante Ninik ini masih kencang, pada saat aku menarik Mr. P bibir vaginanya ikut tertarik.
"Plok.. plok.. plokk" suara benturan pahaku dengan paha tante Ninik semakin menambah rangsangan.
Sepuluh menit lebih kami melakukan gaya tersebut, lalu tiba-tiba tante mengerang keras "Ahh.. Fir tante nyampai lagi"
Pinggulnya dirapatkan ke pahaku, kali ini tubuhnya bergerak ke depan dan merangkul tubuhku. Aku kecup kedua payudaranya. dengan Mr. P masih menancap dan dijepit Vagina yang berkedut dengan keras. Dengan posisi memangku tante Ninik, kami melanjutkan aksi. Lima belas menit kemudian aku mulai merasakan ada desakan panas di Mr. P.
"Tante, aku mau keluar nih, di mana?" aku bertanya ke tante.
"Di dalam aja Fir, tante juga mau lagi nih" sahut tante sambil tubuhnya digerakkan naik turun.
Urutan vaginanya yang rapat dan ciuman-ciumannya akhirnya pertahananku mulai bobol.
"Arghh.. tante aku nyampai".
"Aku juga Fir.. ahh" tante juga meracau.
Aku terus semprotkan cairan hangat ke vagina tante. setelah delapan semprotan tante dan aku bergulingan di kasur. Sambil berpelukan kami berciuman dengan mesra.
"Fir, kamu hebat." puji tante Ninik.
"Tante juga, vagina tante rapet sekali" aku balas memujinya.
"Fir, kamu mau kan nemani tante selama om pergi" pinta tante.
"Mau tante, tapi apa tante gak takut hamil lagi kalau aku selalu keluarkan di dalam?" aku balik bertanya.
"Gak apa-apa Fir, tante masih ikut KB. Jangan kuatir ya sayang" Tante membalas sambil tangannya mengelus dadaku.
Cerita Dewasa - Akhirnya kami berpagutan sekali lagi dan berpelukan erat sekali. Rasanya seperti tidak mau melepas perasaan nikmat yang barusan kami raih. Lalu kami mandi bersama, dan sempat melakukannya sekali lagi di kamar mandi.

AKU SANGAT SAYANG MAMA II


Tak lama kemudian mama memelukku sambil sesekali terisak, "Jangan marah ya.. jangan siksa perasaan mama." kata mama disela-sela isak tangisnya.
"Maafin Donny Ma, tadi Donny kurang kontrol," sahutku pelan sambil membelai punggung mulusnya.
"Donny pengen menyerahkan keperjakaan Donny untuk mama, pengen kalau mama orang pertama yang mengajari tentang semuanya, tapi Donny sadar itu salah.." ujarku memperbaiki kesalahan ketika ciuman hangat jatuh di keningku, kemudian turun dan tanpa sadar mulut kami beradu lagi tapi tidak sekencang yang pertama namun begitu lembut hangat dan mesranya. Giliran mama sekarang yang memelukku erat seolah tak ingin dilepaskannya lagi.
"Maafin mama.." ujarnya sambil terus memelukku.
"Mama terlalu egois.." lanjutnya sembari menciumi pipiku dengan penuh kasih sayang.
"Kalau memang itu yang Donny mau," tanpa meneruskan kalimatnya selanjutnya, mama bangkit kemudian berjalan menuju kamarnya. Seribu pikiran telah merambah kepalaku, aku bingung harus bagaimana. Tapi akhirnya aku memilih alternatif kedua, ikut masuk ke dalam kamarnya.
Aku terpana saat melihat mama tidur terlentang sambil matanya menatap sayu ke arahku. Bulu-bulu lembut tampak semerawut di sekitar selangkangannya. Pelan aku mendekatinya, sepertinya gayung bersambut.
"Mama ingin jadi orang pertama yang memberikan sayang seluruhnya pada Donny." kata mama sambil berusaha menutupi selangkangannya dengan kedua tangan, nyata sekali kalau mama masih caanggung untuk bugil di depan orang. Seketika seranganku ke mulutnya dibalas lebih garang lagi. Aku benar-benar tidak tahan, kucoba memasukkan penisku secepat mungkin. Namun selalu meleset.
"Abis Donny sihh besar sekali.." sambil tangannya menuntun penisku ke liang tempat aku lahir.

"Ditekan.. sayang.." lanjut mama sambil tangannya tetap memegang penisku agar diam. Aku berusaha untuk menekan, namun terasa seperti ada sesuatu yang menahan. Aku terus berusaha sampai akhirnya, "Slebs.." kepala penisku amblas melewati pintu lubang yang sangat sempit itu. "Ukhh.." mama menjerit tertahan sepertinya mama merasakan sakit. Aku terus menekan menerobos masuk hingga benar-benar amblas seluruhnya, kepala adikku seperti menyentuh sesuatu yang kenyal di kedalamansana.
"Sayang yang pelan dong.." ujar mamaku sambil meringis menahan sakit. Aku mulai mengocokkan keluar masuk, mama benar-benar menikmati setiap gerakan yang kuberikan. "Uuhh.." mama merintih pelan. Mama mulai mendekap tubuhku erat. Sedangkan aku terus menurun-naikkan tubuh hingga aku merasakan nikmat luar biasa. Mama mulai maracau tak karuan ketika gerakanku semakin cepat menghantamnya. Suara desahan nafas bercampur dengan suara vagina yang dikocok oleh penisku, begitu kontras. Nyata sekali kalau vagina mama benar-benar telah basah bahkan mungkin sangat becek hingga mengeluarkan suara yang menurutku aneh, sepertinya ada sesuatu terjadi pada mama, ia semakin mendekapku erat, goyangan pinggulnya semakin liar dan hal itu membuatku seperti akan meledak, keringat telah membanjiri tubuh kami berdua. Aku semakin akan mendekati puncak ketika tiba-tiba mama menjerit dan telah sampai pada puncaknya yang sedetik kemudian aku menyusul ke surga dunia tersebut. Aku terkulai lemas. Diam tanpa ada suara sedikitpun. Sejenak kemudian ada suara isak tangis dari mulut mama, rupanya mama tersadar kemudian berlari ke kamar mandi, setelah itu hening.
Keesokan harinya keadaan tetap seperti biasanya, hari itu libur sekolahku aku tetap berada di rumah untuk menemani mama, aku tak tega untuk meninggalkannya seorang diri di rumah. Saat itu mama sedang mencuci pakaian, mama adalah seorang yang rajin, semua pekerjaan rumah dikerjakan sendiri olehnya, itu yang membuatku terkagum-kagum padanya, ia selalu mengerjakan semua tanpa pernah meminta tolong kecuali mamang setelah ia tak mampu. Tapi saat itu aku berinisiatif untuk membantunya lagi pula 70% yang dicuci mama adalah bajuku sendiri. Tanpa basa basi aku langsung menuju ember untuk mengucek baju baju ringan agar bersih.
 "Lho mimpi apa semalam kok tumben nyuci.." kata mama sedikit menyindir.
"Nggak kok cuma pengen bantu aja." sahutku sambil nyengir tak karuan.
Kami pun larut dalam pekerjaan itu, beberapa menit kemudian tugas harian itu selesai. Baju yang kupakai basah semua begitu juga dengan mama. Akupun mandi lagi, setelah selesai disusul mama. Saat itu kami sedang menonton TV, ketika langit mendung dan menampakkan akan datang hujan, benar saja beberapa menit kemudian gerimis pun jatuh perlahan dari langit, kami pun berlari ke belakang menyelamatkan baju-baju yang hampir kering.
"Jduaarr.." petir menyambar dengan lantangnya seolah tak ada yang berani melawan. TV telah mati, otomatis. Aku diam sendiri melamun, sedangkan mama masih asyik dengan majalah Femina-nya duduk di ruang tamu, hujan turun dengan lebatnya, aku pun ikut larut duduk di ruang tamu sambil membaca majalah Femina yang banyak terdapat di kolong meja ruang tamu, sesekali aku memperhatikan wajah mama, memang benar kata orang kalau mama seorang wanita yang cantik, tinggi semampai dengan kulit putih mulus, leher jenjang dan dada membulat indah, seandainya sajaorang juga tahu kalau mama mempunyai vagina yang indah dengan warna kemerahan dan terlihat seperti milik gadis belasan tahun maka lengkaplah mama sebagai wanita sempurna.
Bolak balik aku membuka halaman namun tak ada satupun isi majalah yang menarik minatku untukmembacanya. Majalah itu kuletakkan kembali di bawah meja, aku duduk sendiri lagi, kembali kuperhatikkan mama, aku teringat semalam bagaimana mama bagai kuda binal memacu mengejar kenikmatan. Tak terasa penisku membengkak. Sepertinya mama tahu kalau sedang diperhatikan.
"Donny ngapain juga ngeliatin mama seperti itu.." tanyanya sambil membalik ke halaman berikut.
"Nggak kok Ma.. mama cantik sih," jawabku lugu sambil memperbaiki posisi penisku.
Mama tersenyum renyah, ufhh sungguh manis jika mama tersenyum. Kemudian mama meletakkan kembali majalahnya untuk bangkit menuju jendela menyaksikan hujan yang turun dengan lebatnya. Aku melihat dari belakang betapa sexy-nya tubuh mama, pantatnya menonjol keluar, penisku serasa meledak saja, melihat hal itu. Aku pun beranjak menyaksikan hujan dari belakang mama. Kupeluk tubuh mama, mama memegang tanganku di perutnya. Penisku sengaja kutempel di belakang pantatnya.
"Ma.. Donny sayang mama," lirihku pelan.
"Mama juga sayang sama Donny." sahut mama sambil mencium keningku, kemudian ia berbalik menghadapku, mama memelukku dengan melingkarkan kedua tangannya di leherku. Aroma tubuh wanita asli tanpa farfum pun keluar dari tubuh mama terutama kedua ketiaknya, membuatku semakin terangsang. Lama kami saling pandang, mama begitu cantiknya dengan hidung bangir bibir tipis dan mungil. Semakin aku memeluknya erat serasa tak ingin kulepaskan lagi.
"Dansa yuk.." ajak mama gembira sambil meregangkan pelukannya.
"Boleh tapi tapenya khan di kamar," jawabku bingung.
"Ya.. iya dansanya di kamar Donny aja," sahutnya kembali menjelaskan.Tak berapa lama berselang alunan piano chopin pun beralun sendu, begitu romantisnya kami berdansa layaknya pasangan yang lagi dimabuk asmara. Mama memeluk leherku dengan lembut aku pun tak mau kalah, pinggang mama yang ramping kujadikan sandaran tanganku. Tak lama kemudian mama merebahkan wajahnya di dadaku, aku merapatkan pelukanku sambil mengelus elus punggungnya, kuciumi rambut mama yang wangi sembari tangan kananku terus menelusuri tubuhnya hingga menuju pantat yang membulat sempurna. Sambil berdansa santai, kuremas pantat indah mama.
"Tu khan.. Donny nakal lagi," kata mama protes sambil mencubit belakang leherku.
Aku tak mempedulikan kata-katanya, aku terus meremas pantatnya, perlahan kutarik roknya yang sebatas lutut hingga mendapatkan ujungnya. Dari situ aku memasukkan tanganku untuk memegang langsung pantat yang dibalut celana dalam yang aku belum tau warnanya itu.
"Donny, jangan lagi ah.." ujar mama masih menandakan dengan suara yang lembut.
Mama tetap bersandar di dadaku, aku terus mendekapnya erat tanpa melepaskannya sedikitpun. Kami terus masih berdansa ketika tanganku telah berhasil masuk ke dalam celana dalam melewati sisi sampingnya. Terasa sekali kulit pantat mama begitu lembutnya. Perlahan kulorotkan celana dalam penghalang itu, mama masih diam ketika celana itu telah lorot sampai setengah paha, dengan bantuan kakiku akhirnya celana yang ternyata berwarna kuning itu merosot sampai telapak kaki mama.
"Donny mau telanjangi mama lagi yaa?" tanyanya sambil menatapku, kali ini mama mengangkat kepalanya menatapku.
Aku diam tak bisa menjawab, terpaksa wajahku tertunduk malu. Aku tak kuasa memandangi wajah mama. Aku berpikir mungkin mama masih menginginkan kejadian semalam, tapi dugaanku ternyata meleset.
"Maafin Donny Maa.." sahutku tertunduk, "Abis Donny pengen seperti tadi malam lagi.." lanjutku polos tanpa ada yang tertahan.
"Donny pengen lihat mama telanjang lagi?" tanya mama sambil mengelus pipiku.
Aku diam tak bisa menjawab kecuali memandangi kuku kakiku yang mulai panjang.
"Atau mungkin Donny pengen tiduri mama lagi yaa?" kembali pertanyaan itu bagai petir yang berkecamuk di luar menghantam ubun-ubunku.
Mama tersenyum, kemudian menjauh dariku hingga posisi kami berhadapan tapi di sisi tembok yang berlawanan. Perlahan sekali mama menarik kaos yang digunakan hingga terlepas sama sekali, kini mama hanya menggunakan bra yang ternyata berwarna kuning juga sepertinya satu paket dengan celana dalam yang tadi berhasil kulorotkan dengan rok sebatas lututnya. Chopin masih sibuk dengan pianonya dalam tape-ku. Saat kemudian kembali bra kuning itu dilepaskan mama hingga menampakkan gundukan kenyal dan montok itu seperti terbebas dari penjara bernama BH. Aku masih terpana dengan kelakuan mama, sepertinya bukan aku saja yang sakit jiwa tapi mama juga sudah tertular dengan penyakit incest-ku. Dalam hati aku berpikir ternyata rok itu telah mencapai lutut hingga ketika tangan halus mama melepaskannya. Tak ada lagi penghalang yang menutupi tubuh indah mama. Cegukkan air liur terdengar seperti pemaksaan ditelan keluar dari mulutku.
"Mama nggak mau mengotori kamar Donny.." sambil mengambil pakaiannya yang berserakan di lantai mama berlalu menuju kamarnya. Kembali hal ini meninggalkan sejuta pertanyaan di benakku, tapi seperti kemarin aku selalu memilih alternatif yang kedua, mengikuti ke kamarnya. Kali ini aku tak mau setengah-setengah, seluruh pakaianku kulepas semua, ketika aku berjalan ke kamar mama kondisiku sudah dalam keadaan bugil dengan penis tegang mengacung-acung.
Tak ada yang istimewa, kulihat mama duduk di meja rias menghadap cermin tetap dalam keadaan bugil. Aku mendekati untuk selanjutnya duduk di belakang mama sambil memeluknya. Mama tersenyum penuh arti kemudian berdiri lagi dan meninggalkanku lagi yang duduk terpaku. Ternyata dugaanku benar mama berdiri menuju tempat tidur, terlentang sambil memandangku. Dan aku sudah paham dalam kondisi ini mama sudah dalam keadaan terangsang. Sekarang sudah saatnya aku akan mempraktekkan teori dalam film blue bagaimana cara memuaskan wanita.