Liburan semester, Musa tak bisa kemana-mana, karena harus merawat mama-nya. Mamanya mendapat kecelakaan lalu lintas, hingga betisnya mengalami patah tulang dan tulang dekat bahunya juga patah. Dia harus dibawa ke ahli patah tulang, seorang dukun yang terkenal dari Sumatera. Sementara Papanya, harus dioperasi, karena perutnya sempat terburai saat kecelakaan terjadi. Papanya harus diopname dan masa krisisnya sudah habis, hingga baru dipindah dari ICU. Sedang Mamanya sudah dibawa ke rumah dari Dukun Patah Tulang. Musa sebagai putra tunggal, harus mondar mandir, rumah sakit dan rumah mereka. Dia juga menyediakan makanan untuk kedua orangtuanya.
Mamanya harus dipapah kalau tidak memakai tongkat. Musa yang duduk di semester 3 itu, harus siap mengurus kedua orangtuanya. Musa menyiapkan air panas untuk memandikan ibunya.
“Sudah Mama duduk dan aku akan memandikan Mama,” kata Musa yang sangat kasihan melihat mamanya, tak mampu mengangkat tangan kanannya dan harus bertongkat dengan susah payah.
“Tapi Mama kan tidak pantas kamu mandikan?”
“Kenapa?”
“Bagaimana mana mungkin kamu harus memandikan Mama?”
“Ya mandikan saja. Buka baju dan aku akan memandikannya,” Musa tegas. Dia tak mau mamanya bertongkat lagi. Mamanya yang bertubuh mungil dengan berat badan 58 Kg itu dibopongnya dengan gampang. Terlebih Musa tuga kali semingu selalu latihan fitnes sejak dia masih SMA. Musa mendudukkan Mamanya di sebuah bangku kecil, Kemudian kedua kakinya diselonjorkan ke lantai. Musa mulai mengangkat daster mamanya. Mamanya sangat keberatan. Tapi Musa tetap memaksa.
“Mungkin inilah pengabdianku, Ma,” katanya. Mamanya menatap wajah Musa sejenak. Musa tersenyum dan terus mengangkat daster mamanya ke atas dan Mamanya pun mengakat kedua tangannya. Kini mamanya hanya mengenakan celana dalam dan bra saja. Setelah itu, Musa mulai membuka ikat rambut mamanya, kemudian menyiraminya dengan air hangat yang ada pada ember besar. Sebuah gayung menyiduk air dari ember dan meluncur dengan beningnya mulai dari ubun-ubun Mamanya. Keseluruh tubuh Mamanya sudah basah. Musa meneteskan shampoo ke rambut Mamanya, kemudian mengucek-ngucek rambut mamanya, lalu penyiramnya kembali dengan air, sampai rambut mamanya bersih dari shampoo dan beraroma wangi. Musa pun menyabuni tubuh Mamanya dengan sabun. Mulai dari leher, sampai ke bawah. Musa cepat melepas pengait Bra Mamanya. Dan tersembullah tetek Mamanya yang putih mulus.
“Ah.. kamu nakal…” bentak Mamanya.
“Harus semua bersih,” kata Musa. Saat itu, Tak bisa dipungkiri, kontol Musa langsung menggeliat. Musa pun menyabuni tubuh Mamanya, sampai kedua buah dadanya dia sabuni dari belakang.
“Kamu ini gimana sih?” kata Mamanya. Musa diam saja dan terus menyabuni buah dada mamanya dan telapak tangannya mengelus pentil kedua buah dada itu.
Musa juga menyabunyi mulai dari ujung kakai Mamanya, sampai ke pahanya. Bahkan sampai ke pangkal pahanya. Musa memasukkan tengannya ke dalam celana dalam Mamanya. Saat Musa mulai menyentuh bulu-bulu halus di atas memek Mamanya, Mamanya mulai protes. Tapi sabun yang licin sudah membuat tanganMusa menyelusup menyabuni bulu-bulu memek Mamanya.
Setelah yakin semua tersabuni, Musa megambil gayung dan menyirami tubuh mamanya dengan air hangat itu. Yakin semua sabun sudah habis dari tubuh Mamanya. Musa mengambil handuk dan mulai melap rambut mamanya sampai kering, kemudian melap tubuh Mamanya. Musa juga melilitkan handuk pada pinggang Mamanya, Kemudian menurunkan celana dalam Mamanya.
“Kamu harus melakukannya juga?”
“Ya Ma. Tak baik memakai celana dalam yang basah. Harus kering,” kata Musa. Mamanya yang risih diam saja.
“Mama mau cebok bentar,” katanya. Musa mengambil sabun dan melepas handuk yang melilit di pinggang Mamanya, membuat Mamanya jadi telanjang bulat. Cepat Musa menyabuni memek Mamanya dan mamanya tak protes lagi, karena semua sudah terjadi.
Kembali Musa melap bagian tubuh Mamanya yang basah dan melilitkan kembali handuk pada tubuh Mamanya mulai dari pinggang. Musa pun membopong tubuh mamanya yang setengah telanjang itu ke kamarnya. Didudukkannya Mamanya di ranjang. Musa mengambil daster mamanya yang berih dan memakaikannya, tanpa Bra dan celana dalam. Setelah itu, Musa membaringkan Mamanya di tempat tidur, setelah menyisir rambut Mamanya. Dia mengambil makanan untuk Mamanya dan menyuapinya.
“Kamu baik sekali sayang,” kata Mamanya dengan suara haru.
“Bertahun-tahun Mama merawatku, kenapa aku tidak merawat boleh merawatmu, Ma”
“Kamu aku rawat ketika kamu masih kecil.”
“Andaikan aku kecelakaan sekarang, aku tidak boleh Mama rawat lagi?”
“Tentu aku akan merawatmu.”
“Sekarang aku sudah dewasa, apakah aku tidak boleh merawat Mama yang sangat aku sayangi?” tanya Musa. Mamanya terdiam sejenak.
“Boleh sayang. CUma saja Mama malu,”
“Malu. Lalu Mama harus menahankan rasa sakit tanpa perawatanku?”
Mamanya diam dan tertunduk, Kemudian mengangkat wajahnya dan tersenyum. Musa menyuapi Mamanya dan dengan nyaman dan menjadi manja Mamanya pun menyantap makanan yang disuapkan ke mulutnya. Usai itu, Musa minta izin untuk mengantar nasi ke rumah sakit untuk Papanya. Mamanya ingin ikut, tapi dijanjikan hari minggu Musa akan membawa Mamanya untuk besuk Papanya yang udah keluar dari ruang ICU. Musa juga berjanji pada Papanya untuk membawa Mamanya pada hari MInggu.
Dalam perjalanan, Muda terbayang terus akan tubuh Mamanya yang mulus, putih dan mulai timbul niat dalam dirinya untuk menyetubuhi Mamanya. Dalam perjalanan pulang dari rumah sakit, Musa terus membuka toko mereka dan ingin rasanya dia menutupnya akan bisa bertemu dengan Mamanya dan memandikannya lagi pada sore nanti.
Sorenya, Musa kembali ke rumah sakit membawa makanan dari restoran Padang, kemudian kembali ke rumah dengan membawa pakaian kotor Papanya. Dengan laju dia melarikan sepeda motornya ke rumah. Setiba di rumah dia langsung menyiapkan air panas untyuk mandi mamanya, setelah mamanya diberikan makanan mi goreng yang dibawanya. Mamanya tersenyum melihat pengabdian putra tunggalnya yang sudah berusia 20 tahun itu,.
Setelah semua siap di kamar mandi, Musa meminta Mamanya untuk berdiri dari sofa. TV yang ditonton Mamanya dimatikan. Mie Goreng yang sudah dimakan di sisihkan. Tongkat dikesampingkan. Atas permintaan Mamanya untuk latihan berjalan dia mau memegang pundak Musa dan dibimbing untuk melangkah. Musa memeluk tubuh Mamanya dan Mamanya memeluk pundak Musa. Saat itu kontol musa mulai bergerak-gerak lagi, saat tetek Mamanya menempel di tubuhnya.
Sesampai di kamar mandi, Musa mengangkat daster Mamanya dari bawah ke atas. Setelah terlepas, tubuh Mamanya benar-benar telanjang bulat. Musa membimbingnya untuk duduk di kursi dan rambut Mamanya dibungkus agar tidak tersiram air. Musa melepas pakaiannya, hingga hanya tinggal celana dalam. Dia mulai mengguyur tubuh mamanya.
“Sebenarnya Mama malu diperlakukan seperti ini,” kata Mamanya di sela-sela tangan Musa menyabuni tubuh Mamanya.
“Tak ada yang perlu dimalukan,”
“Karena Mama wanita dewasa dan kamu laki-laki dewasa.”
“Lalu kenapa Ma?”
“Mama melihat kamu menelan semua tubuh Mama dengan tatapanmu dan membangkitkan libidomu.”
Musa diam Dia terus menyabuni tubuh Mamanya dengan telaten dan mengelus-elus buah dada Mamanya saat giliran kedua buah dada itu disabuni.
“Sudah lama aku menginginkan seperti ini, Ma,”
“Menginginkan apa sayang,”
“Menginginkan melihat semua tubuhg Mama yang cantik ini,”
“Apakah tubuh Mama masih cantik?”
“Masih Ma. Bahkan aku mengaguminya.”
Keduanya terdiam.
“Udah kamu mandi sekalian aja,” kata Mamanya. Maksud Mamanya mandi diguyur air, tidak harus telanjang. Tapi Musa justru dengan cepat melepaskan celana dalamnya, hingga dia juga bugil. Mamanya terkejut, saat melihat kontol Musa yang mulai mengeras dan besar serta Panjang. Dibuangnya wajahnya entah kemana agar tak terlihat, dia sedang memperhatikan kontol anaknya itu. Saat musa bersabun, dia juga menyabuni kontolnya dan mengelus-elusnya, hingga kontolnya semakin besar dan keras. Saat itu Mamanya menyaksikan sendiri bagaimana keras dan besar serta panjangnya Kontol Muisa, lebih Panjang dan besar dibanding kontol Papanya sendiri.
“Kamu tidak malu?” kata Mamanya.
“Tapi mama yang menyuruh aku mandi sekalian.”
“Tapi juga kan tidak harus telanjang seperti ini?”
“Kalau telanjang juga kan gak apa-apa?”
“Tapi burungmu mengeras dan panjang?”
“Mama suka?” Musa to the point. Mamanya diam. Ada rasa suka, ada rasa malu dan ada rasa marah.
Musa memeluk Mamanya dan berbisik di telinganya.
“Ma, aku mencintaimu.” Kemudian dia mengecup bibir mamanya dan mempermainkan lidahnya di sana. Lalu bibirnya turun ke pentil tetek mamanya dan memainkan kedua pentil tetek Mamanya
dan…
Tidak hanya memainka pentil Mamanya, Musa juga mulai mengelus tubuh Mamanya dan kemudian berakhir di selangkangan Mamanya. Musa merasakan ada sesuatu yang hangat di sela bibir memek Mamanya. Berlendir.
Musa tidak menyia-nyiakan kesempatan itu dan kemudian dia langsung mengulum kembali bibir Mamanya dan Musa yangsudah membaringkan Mamanya di atas rabnjang. dengan hati-hati memindahkan kaki Mamanya yang patah. Mamanya mendsis-desis. Kemudian Musa menjilati perut Mamanya, sampai akhirnya bermuara pada sela bibir memek Mamanya. Lidah itu menari-nari di sana dengan lincahnya.
“Musaaaa…..” suara Mama yang lirih. Musa tak menghiraukannya dan dia terus menjilati perut mamanya, kemudian kembali lagi terus ke memek mamanya. Sang mama juga meremas rambut Musa dan mendesis-desis.
“Jangan sayang. Ini tak boleh. Tak boleh…” kata sang mama mendesis-desis, namun remasan pada rambut Musa tak dilepasnya, malah mama menjepit kepala anaknya itu dengan kedua kakinya. Saat itu Musa merasa senang sekali. karena sebelah kaki mamanya yang kiri, sudah bisa ikut menjepit kepalanya.
Lendir membanjir keluar dari memek Mama. Perlahan Musa mengengkangkan kedua paha mamanya kemudian menindih tubuh mama yang terbaring. Dengan cepat Musa mengarahkan kontolnya ke memek mama dan menusuknya di sela bibir memek yang sudah berlendir itu.
“Akhhh….” mama mendesah. Musa secara perlahan terus menekan dan menekan kontolnya memasuki lubang mama. Mama memeluknya dengan kuat dari bawah sembari menggigit leher Musa.
“Aduuuuuhhhhh….” Mama menjerit kecil. Mulanya Musa kasihan, mana tau kaki mamanya yang patah itu tertindih olehnya. Namun kata aduh yang dikeluarkan oleh mama, sebuah kata aduuh karena nikmat. Musa menekan sejauh mungkin kontolnya memasuki lubang nikmat mama. Tak lama Musa merasakan buncahan lendir hangat memenuhi rongga memek mama dan mama pun melamaskan pelukannya. Musa mengerti Mamanya orgasme.
“Mama… mama sudah sampai….?” kata Musa sembari mulai memompa kontolnya perlahan-lahan dengan ritme yang tetap. Mamanya diam saja, Nafasnya masih belum bisa dia atur. Mama pun kemudian Mencubit pipi Musa dengan gemas. Musa semakin bersemangat, pertanda tidak ada yang harus diragukan lagi. Bibirnya menempel kembali ke bibir mama dan sebelah tangannya meremas-remas buah dada mama sedangkan kontolnya terus memompa lubang nikmat yang memancarkan aroma mesum.
“Mama aku sudah mau sampai…?” kata Musa, mempercepat kosokannya. Kembali Mama menjepit kedua kakinya ke tubuh Musa, walau kedua kaki itu hanya sebelah yang diangkat. Tangan mama memeluk erat tubuh Musa dan musa menekan sejauh-jauhnya kontolnya ke dalam lubang goa mama dan beberapa kali muncartlah sperma kental dari kontol Musa.
Nafas keduanya memburu, bagaikan kuda yang usai berpacu, kemudian tak berapa kembali norman. Kontol Musa mengecil dan terlepas sendiri dari dalam memek sang Mama.
Musa tidur di sisi mama dan membelai rembut mama. Musa mendengar ada suara isak tangis yang tertahan.
“Maafkan Musa Ma,” katanya.
“Tak ada yang perlu dipersalahkan. Kita berdua sama-sama salah, kenapa kita melakukan hal yang tak sepantasnya ini,” kata mama. Musa memeluknya dan mencium pipinya, sembari membelai lembut rambut mama.
Mama mengenang kembali segalanya. Belum pernah dia diperlakukan seperti itu. Memeknya dijilati dan dia bisa orgasme sampai dua kali. Bersama suaminya, dia jarang sekali bisa orgasme dan terakhir, setelah Musa berusia 3 tahun, boleh dikatakan, Mama jarang sekali mendapat sesntuhan dari suaminya.
Setelah semua reda, Musa memakaikan daster mama dan dia harus kembali mengantar nasi ke rumah sakit. Rumah sakit mengatakan, dalam minggu depan papanya sudah boleh pulang ke rumah dan harus dua hari sekali dibawa ke rumah sakit untuk berobat jalan. Musa senang sekali. Saat kepulangan papanya, dia membawa oibunya naik mobil ke rumah sakit dan betapa senangnya hati sang papa.
Seminggu sebelum penjemputan itu, antara Musa dan mamanya hampir setiap malam melakukan persetubuhan. Sang mama tidak malu-malu lagi, pada saat dia sangat membutuhkannya, dia tak malu merengek kepada Musa untuk disetubuhi.
Saat sang Papa sudah kembali dan harus mendekam terus di kamar karena belum bisa bergerak banyak dan dia tak boleh banyak bicara, saat ityu [ula Musa dan mamanyta bersetubuh di ruang tamu atau di ruang makan atau di dapur. Saat mamanya sudah bisa berjalan sendiri walau dengan tongkat, saat itu dia sadar, kalau dirinya sudah tidak haid lebih dari sebulan. Dibisikinya hal itu kepada Musa. Musa tersenyum, emendengar ada dugaan mamanya hamil,.
“Kamu ini bagaimana, aku hamil, malah kamu tersenyum senang,” kata Mama.
“Ya senang dong, mama. Sebentar lagi aku punya anak. Anak kita Ma.?
“Sssstttt…. jangan keras-keras, nanti kedengaran ama Papamu,” Mama menekan telunjuknya ke bibir Musa.
Selembar kertas dari laboratorium menyatakan hasil planotes yang diperiksa adalah positif, bayi dalam kandungan Mama berusia 35 hari.
“Apa yang kita lakukan sayang.” tanya Mama.
“Kita jaga kandungan Mama dengan baik,” kata Musa. Mamanya sangat terkejut kembali. Musa mulai menyampaikan rencananya dan mereka harus berterus terang kepada suaminya jika suaminya curiga. Sejak saat itu, keduanya tidak ragu-ragu lagi dan terus menerus melakukan persetubuhan. Papa pun sudah mulai bisa berjalan, walau dipapah. Tamu-tamu yang datang senyum-senyum melihat si Papa, walau sakit masih sangup melakukan persetubuhan. Tamu tidak menyangka kalau persetyubuhan itu adalah antara Mama dan Musa.
Hamil semakin besar. Saat itu si Papa langsung memangil mama dan Musa untuk berbicara di ruang tamu. Dengan hati-hati Musa yang mengerti perubahan wajah si Papa mengakui terus terang dan menyatakan itu adalah kekhilafan, dimana Mama sudah puluhan tahun tidak mendapatkan kepuasan bathin dari papanya.
“Maafkan kami Pa.” kata Musa menghiba minta diampuni. Papa tak menjawab dia hanya tertunduk. Mama merasa sedih sekali, karena dia sudah menghianati suaminya. Penghianatan bersama anak kandungnya pula.
Akhirnya si Papa mengangkat wajahnya dan dengan terbata berucap: ” hati-hatilah agar tiadak ada yang curiga atas hubungan gelap kelian ini,” katanya kemudian menundukkan wajahnya. Mama sedih, namun Musa tersenyyum dan menyalami Papanya dan mengucapkan terima kasih.
Sejak saat itu, Musa dan Mamanya sekamar. Mama pindah ke kamar Musam, karena si Papa tak mau lagi sekamar dengan isterinya.
Perut semakin besar dan hari yang ditungu tiba. Mama melahirkan.
0 komentar:
Post a Comment