Thursday, 1 September 2016

ANAKKU SAYANG


Ini adalah sebuah peristiwa nyata yang pernah benar-benar ada. Dan pelakunya adalah teman SMP saya dulu dengan nama asli disamarkan untuk privasi.
Aku adalah muslimah yang taat. Kata orang wajahku manis dibalik kerudung putih panjang yang selalu kupakai tiap harinya. Tinggi badanku + 155 cm dengan berat badan sekitar 45 kg. Ya aku sangat mensyukurinya jika memang orang yang mengatakan hal itu secara jujur.
Kata suamiku, dibalik busana muslim yang aku kenakan, tubuhku dibilang sangat seksi dan jika ada laki-laki yang tahu, pasti akan mengatakan secara fisik aku sempurna. Itu juga aku pasrahkan pada yang kuasa, apakah yang dikatakan suamiku itu jujur atau tidak. Yang jelas aku hanya bisa menganggap sebagai rayuan saja sebelum aku melayani nafsunya sebagai istri.


Rumah tanggaku dengan suamiku sebenarnya baik-baik saja, namun karena kami masih menumpang di rumah orang tuaku, membuat semua yang kami perbuat sedikit membuat risih. Tapi secara keseluruhan keluarga kami dalam kondisi yang sehat dan bahagia. Sampai suatu ketika ada sebuah kejadian yang membuat cara berpikirku berubah 180 derajat. Hal itu bermula dari sebuah malam yang sangat mempengaruhi kehidupanku.
Malam itu, suamiku pulang sedikit larut. Takut akan mengganggu orang lain yang masih satu rumah, aku coba layani suamiku dengan lembut meski mata sedikit ngantuk akibat sempat ketiduran usai menina bobokan anak laki-laki semata wayangku yang sudah sudah berumur 4 tahun. Setelah menemani suami makan malam, kami berduapun bersiap melakukan hubungan suami istri.
Sebelum melakukan hubungan aku sempatkan mencium kening anakku yang sedang tertidur, meski suamiku sudah sangat bernafsu untuk menyetubuhiku. Segera saja suamiku memagut bibirku dengan penuh gelora meski aku sendiri sebenarnya sudah tidak mood dalam melayaninya, karena aku sudah terlalu ngantuk. Namun sekali lagi karena rasa sayangku pada suami dan tanggung jawab sebagai wanita muslimah taat, kucoba agar suamiku tetap bisa terpuaskan dengan tubuh yang sudah lelah.
Pelan-pelan pakaian yang kukenakan dilucuti satu per satu oleh suamiku. Payudaraku yang masih keluar ASI karena anakku masih meminum ASIku dijilat dan dihisapinya dengan buas. Setelah seluruh pakaianku ditanggalkan, suamiku bergegas melepas seluruh bajunya dan langsung menindihku kembali dan langsung mengarahkan batang penisnya yang cukup besar dan panjang itu ke liang senggamaku.
“Engghh... mas. Pelan-pelan aja mas.” pintaku lirih karena vaginaku terasa perih saat penis suamiku dipaksa masuk vaginaku. Namun suamiku tetap saja buas dengan nafsunya yang sudah ingin sekali menyetubuhiku. Aku hanya bisa pasrah sambil menggigit bibir tipisku untuk sedikit menahan rasa perih. Agar suamiku tak merasa terganggu nafsunya karena aku yang tidak punya libido besar, kucoba belai rambutnya, sehingga terkesan aku sangat menikmatinya. Sampai akhirnya, “Bleshh...” liang senggamaku berhasil dipenuhi batang penis suamiku dan aku sedikit memekik karenanya.
Genjotan demi genjotan, kayuhan demi kayuhan nafsu suamiku kurasakan semakin membuat tubuhku merasa lelah tanpa bisa aku nikmati. Sampai akhirnya beberapa menit sejak suamiku larut dalam kayuhan nafsunya, anakku terbangun dari tidurnya dan mendapati kami berdua sedang melakukan hubungan yang seharusnya belum boleh dia lihat.
Dan benar saja, anakku yang masih sangat polos itu langsung menghampiri aku dan menyuruh suamiku turun dari tubuhku. Dikirannya suamiku sedang menyakiti aku karena suara lenguhanku yang lirih kuperdengarkan agar suamiku mengira aku juga sedang menikmati persetubuhan itu. Aku yang tidak sadar anakku terbangun karena fokus melayani nafsu suamiku terperanjat kaget. 
Sadar suamiku tidak mau mengalah untuk sejenak menghentikan persetubuhan, akhirnya kucoba tenangkan anakku dengan menyuruhnya menyusu payudaraku. Suamiku akhirnya mau kurayu agar posisinya tidak sepenuhnya menelungkupi aku dengan kedua kakiku ditaruh diatas pundaknya lagi, sehingga kedua kakiku diturunkan dengan posisi dia menggenjot vaginaku dengan posisi agak menengadah bertumpu kedua tangannya, agar anakku mendapat ruang untuk menyusu.
Sekarang posisiku ditindih dua laki-laki bapak dan anak. Suamiku mendapatkan bagian bawah menikmati liang senggamaku, anakku dapat bagian atas sambil menyusu payudaraku. Dua laki-laki yang sangat aku sayangi itu mendapatkan kenikmatannya masing-masing, sedangkan aku merasa semakin lelah saja. Dan setelah itu hal yang tidak pernah aku bayangkan terjadi.
Sampai suamiku puas dan menyemburkan spermanya ke dalam rahimku, ternyata anakku tidak kembali tidur juga meski sudah aku susui. Begitu tahu ayahnya melepaskan penis, anakku tiba-tiba bergegas bangun dari menyusu payudaraku dan segera melepas celana kolornya. Penis kecilnya diarahkan ke liang senggamaku meniru apa yang barusan dilakukan oleh suamiku, meski penis yang masih terbungkus kulup itu tampak masih mengkerut.
Aku dan suamiku kaget bukan kepalang sampai kami berdua sama sekali tak bereaksi apapun untuk beberapa saat, meski anakku sudah berusaha meniru ayahnya dengan menghentak-hentakkan penisnya yang tidak bisa ia masukkan ke liang dimana dia dilahirkan itu. Begitu responku kembali, aku langsung beranjak agar anakku tidak terlalu jauh dalam bersikap. Tapi ternyata aku sudah terlambat. Reaksi anakku adalah wajahnya mulai sedih dan terlihat hendak menangis.
Suamiku yang takut suara tangis anakku mengganggu orang dalam rumah, apalagi posisi aku dan suamiku yang memang masih telanjang bulat langsung mengambil keputusan yang lebih membuat aku kaget. Ia malah menyuruhku agar tidak menghentikan aksi anakku. Mungkin karena ia risih karena tinggal di rumah mertua jika anaknya rewel. Aku bisa pahami itu, tapi aku langsung menolak permintaannya.
“Jangan lah mas. Itu kan dosa mas?” pintaku.
“Ya dari pada dia nangis.” sahut suamiku panik.
Meski berat akupun menuruti kata-kata suamiku. Kupegang penis kecil anakku dan kubantu mengarahkan penis kecilnya dengan posisi tubuhku kutumpukan pada kedua sikuku. Anakkupun mengikuti tanganku yang pelan menarik penis kecilnya itu ke liang senggamaku, sehingga sekarang gantian anakku yang menindih tubuhku seperti suamiku tadi.
Penis kecil yang masih mengkerut di dalam kulup itu kubantu tekan agar terdorong memasuki bibir vaginaku. Anakku sendiri ikut mendorong dengan penuh semangat meski susah sekali karena penisnya yang belum tegang. Sampai akhirnya kulup penisnya terbuka dan membuat kepala penisnya sedikit melesak ke dalam bibir vaginaku. Secara tidak sadar aku menjepitkan kepala penis anakku yang masih sangat sensitif itu dengan bibir vaginaku. Hal itu spontan terjadi sebagai reaksiku yang merasa geli dimasuki benda kecil yang aneh.
“Enghh...” desahku tak sadar saat penis kecil anakku sedikit demi sedikit mulai besar dan ereksi dan terus kubantu agar bisa memasuki liang senggamaku, yang mungkin karena jepitan spontan bibir vaginaku tadi membuat penis anakku merasakan rangsangan yang sebenarnya belum dia pahami.
Sampai akhirnya, “Slep... Slep...” Tanganku terlepas dari penis kecil anakku. Anakku sendiri sudah bisa berinisiatif dengan gerakan memompa penisnya pada liang dimana dia dilahirkan dulu meniru apa yang dilakukan suamiku tadi. 
Dan entah kenapa pula saat anakku mulai lancar menyetubuhiku, aku malah diliputi keinginan bersetubuh. Aku benar-benar terangsang dengan perlakuan penis kecil anakku didalam vaginaku. Juga tambah terangsang dengan inisiatifnya yang terus memompa penisnya itu sambil mulai menyusu payudaraku. Itu masih ditambah lagi dengan remasan jemari mungilnya yang biasa memainkan peyudaraku yang satunya tiap dia sedang menyusu.
“Enghh... mas... ” desahku memanggil suamiku yang sedang membelaiku melihat apa yang dilakukan anak kesayangan kami berdua padaku. “Tolong udah ya mas. Ade takut jadi menikmati persetubuhan ini. Enghh... Ade nggak mau kaya gini mas...”
“Udah nggak apa-apa sayang. Demi anak kita.” Jawab suamiku yang tidak tahu maksud permintaanku. 
Karena suami menjawab seperti itu, dan nafsuku juga semakin meluap karena rangsangan dan sodokan penis kecil anakku, aku langsung menarik wajah suamiku agar aku bisa mencium bibirnya. Dalam hati aku berkata, “Meski persetubuhannya dengan anakku, aku tidak ingin selingkuhi suamiku. Setidaknya agar fantasi seksku bukan dengan anakku melainkan dengan suamiku.”
Tak kusangka, apa yang dilakukan anakku bisa bertahan sampai sekitar 15 menit. Sehingga aku yang punya tipikal cepat klimaks sempat mencapai orgasmeku. Aku mengejang hebat sampai lava vaginaku meledak melumuri batang penis kecil anakku. Aku syok dan terguncang antara menikmati kebahagiaan bersetubuh yang jarang kudapat dengan suamiku bercampur rasa bersalah merasa berselingkuh dengan anakku, karena aku yang mencapai klimaks.
Akupun jatuh terkulai dan ciuman dan rangkulanku pada suamiku terlepas. Dalam keadaan lemas itu, aku melihat sosok anakku yang sedang asyik menyetubuhiku. Akupun sadar bahwa saat dia menyetubuhiku sedari tadi, anakku sama sekali bukan karena nafsu birahi yang sudah muncul, namun sifat polos anak kecilnya yang ingin meniru semua yang dilakukan orang tuanya.
Aku hanya bisa tersenyum dan membelai rambutnya sambil membiarkan anakku terus menyusu dan menggenjot vaginaku. Karena vaginaku yang telah banjir akibat orgasmeku, pelan-pelan sodokan penis anakku mulai lambat dan mulai sering terlepas dari cengkeraman bibir vaginaku. Dan pelan-pelan pula aku merasa penis kecilnya kembali mengkerut sehingga kepala penisnya kembali memasuki kulupnya di dalam vaginaku, sampai akhirnya gerakan anakku terhenti karena kelihatan sudah bosan dengan permainan yang sangat lama dia lakukan untuk ukuran anak seumuran dia.
Anakku akhirnya terlelap dalam pelukanku sambil menyusu dengan posisi menindih tubuhku. Penis kecilnyapun masih mengganjal bibir vaginaku untuk menutup. Sedangkan suamiku sendiri sepertinya sudah sangat lelah dan cukup puas dengan nafsu birahinya padaku tadi. Tinggal aku yang belum bisa tertidur memikirkan apa yang barusan terjadi.
Selanjutnya, kegiatan bersetubuh dengan anakku mulai sering dilakukan. Meski anakku melakukan itu hanya karena ingin meniru apa yang dilakukan ayahnya terhadap aku, namun lama-lama karena terbiasa, anakku mulai berani meminta jatahnya sendiri.
Siang itu rasanya cukup membuat gerah tubuhku. Sehingga aku memutuskan untuk hanya memakai daster terusan tanpa lengan. Sampai bra dan CD pun tak aku pakai, karena rasanya tubuhku seperti menginginkan udara segar di suasana yang sangat terik. Namun meski begitu aku tetap mengenakan kerudung, barangkali ada tamu yang tiba-tiba berkunjung.
Seperti biasanya, jatah anakku tidur siang aku ingatkan padanya setelah ia pulang dari sekolah. Waktu itu anakku sudah berusia 6 tahun. Anakku yang penurut langsung mengikutiku masuk kekamar untuk aku kelonin. Pikirku sekalian saja aku tidur di hari yang benar-benar terasa memeras keringat saking panasnya.
Namun saat itu aku sedikit terkaget dengan permintaan anakku sebelum ia tertidur. Tiba-tiba ia merengek meminta bersetubuh denganku. Entah apa yang dipikirkannya, meski aku menolak keinginannya dengan halus ia tetap saja merengek. Karena pikirku sudah biasa dilakukan, akupun mengabulkannya.
"Ya udah, sekali saja ya sayang?" Kataku membolehkan, yang kemudian langsung direspon dengan anggukan oleh anakku.


Kemudian, anakku yang tinggi badannya sudah sepundakku langsung menindih tubuhku. Aku yang paham bahwa ia melakukan itu bukan karena nafsu birahi membiarkannya. Lagipula aku sendiri masih kurang mood bercinta siang itu. Sehingga aku hanya pasrah dengan apa yang dilakukan anakku itu mulai dari menaikkan daster terusanku itu sampai sebatas payudaraku, sampai dengan ia selesai melepas seluruh bajunya.
Iapun kembali menindih tubuhku dengan nafas tersengal. Puting kiriku langsung diemut dan dihisap sampai keluar susunya. maklum, sampai seumur itu aku belum menyapihnya dari susuanku. Sedangkan payudara kananku yang berukuran bra 36B itu diremas-remasnya untuk mainan sebagaimana biasanya. Namun yang aku sedikit bingung adalah penisnya yang sudah sedikit lebih panjang dari saat dia melakukan itu pertama denganku, ternyata sudah ereksi. Bahkan kulihat ketegangannya sudah melebihi batas, sampai-sampai kepala penisnya keluar dari kulupnya tanpa dibantu.
Dalam hati aku sedikit bertanya, "Apa dia sudah mulai punya keinginan bersetubuh dengan lawan jenis ya? Baru kali ini dia minta ngentot siang-siang. Kontolnya juga kelihatan sudah tegang dari tadi."
Namun kecemasanku bahwa anakku sudah mulai mempunyai nafsu segera kutepiskan, karena aku teringat kata-kata suamiku yang berkata bahwa anak laki-laki mulai berfantasi tentang seks saat ia berumur 12 tahun. Jadi kupikir ia masih terlalu jauh umurnya untuk sampai mempunyai keinginan menyetubuhiku.
Setelah kutepiskan kekhawatiranku, aku kembali memperhatikan tingkah polah anakku diatas tubuhku. Kubelai rambutnya dengan penuh perhatian dan kasih sayang sebagai ibu. Merasakan belaianku, anakku terlihat seperti sedikit tersengat kaget. Mulutnya yang sedari tadi menghisapi putingku, dialihkan agar ia bisa menjamah leherku. Nafas menderu anakku dileherku membuatku sedikit merinding.
Penisnya yang masih terlihat kecil buatku itu semakin sering menjamah belahan vaginaku. Aku yang sudah merasa lelah dan tidak ingin ia menyetubuhiku lama, membuatku berinisiatif meraih penis kecil anakku. Aku langsung arahkan saja penisnya ke mulut liang senggamaku. Ia yang merasa penisnya sudah siap tembak langsung dihentakkan agar bisa langsung melesak.
"Ehhhss..." Desisku saat penisnya disodok kasar dan langsung melesak penuh didalam liang senggamaku yang belum basah oleh cairan sedikitpun. Sedikit perih memang, namun jika dibandingkan dengan penis ayahnya, masih lebih menyakitkan ayahnya yang mempunyai penis lebih besar.
Begitu ia merasa penisnya berhasil melesak masuk dengan mantap, ia langsung menggenjot vaginaku dengan kecepatan penuh sampai tubuhku terhenyak-henyak. Nafasnya di leherku terasa berdengus-dengus  sampai spontan aku lepas kerudungku agar anakku leluasa dalam mencium leherku. Kedua kakiku juga aku kangkangkan, agar ia dalam melakukan sodokan-sodokan penis bisa lebih leluasa. Namun anakku malah mengaitkan kedua kakiku itu dan membuat kedua kakiku menjepit pinggulnya yang terus bergerak naik turun dengan sangat cepat.
Seperti itulah anakku siang itu menjamah, menggenjot dan menyetubuhi aku dengan gagahnya. Bolak-balik mulutnya berpindah-pindah dari leherku ke putingku untuk menyusu dan sebaliknya. Meski vaginaku mulai mengeluarkan lendir karena perbuatan anakku, aku sama sekali tidak berusaha menikmatinya. Karena bagiku, kenikmatanku dalam bercinta memang saat melihat laki-laki yang ada diatas tubuhku saat itu mengerang dan mencapai klimaksnya. Apalagi yang saat itu sedang menggagahi aku adalah anakku sendiri, yang otomatis sangat aku sayangi.
Sampai akhirnya anakku merintih padaku, "Bu, aku kebelet pipis."
"Ya udah, Pake bajumu, terus pipis. Dan habis itu bobo ya?" Jawabku pada anakku sambil membelainya yang meski begitu terus menggenjotkan penis kecilnya itu di dalam liang peranakanku.
"Nanti saja bu, kalo sudah kebelet banget. Aku masih pingin naik turun." lanjut anakku dan membuatku tersenyum akan kepolosannya.
Waktu itu aku sama sekali tidak punya pikiran aneh-aneh meski gerakan anakku kurasakan semakin kuat dan cepat. Sehingga aku malah semakin lembut membelai rambutnya. Sampai akhirnya aku merasakan penis kecil anakku berkedut-kedut. Tanpa sadar pula otot-otot vaginaku bereaksi dengan kedutan itu dan berkontraksi menjepit penis kecil anakku.
Anakku kemudian menaikkan tubuhnya dan menumpukan beban tubuhnya ke kedua tangannya yang didirikan dikedua samping kepalaku. Penisnya dipaksa masuk lebih dalam, persis seperti saat ayahnya hendak orgasme dan hampir mendapatkan klimaksnya. Dan sekali lagi aku tidak merespon sampai sejauh itu. Dalam pikiranku waktu itu hanya melayani apa yang dilakukan anakku agar ia mau menurutiku tidur siang.
Kedutan penis anakku kurasakan semakin keras, dan sodokan penisnya didalam vagina yang telah melahirkannya pun semakin kasar dan memaksa agar bisa memasuki tubuhku lebih dalam lagi. Tanpa sadar aku membantunya dengan memegangi pinggulnya dan ikut mendorong-dorong bokongnya. "Ughh..." desahku menahan rasa yang kudapatkan dari anakku.
Dan akhirnya, "Crett.. Crett.." Kurasakan ada cairan yang hangat membasahi rongga menuju rahimku. Rasanya deras sekali menyembur-nyembur. Anakku sendiri kelihatan menghentak-hentak hebat sampai mendongakkan kepalanya keatas sebelum akhirnya terkulai dalam pelukanku.
"Enghh... maaf bu. Aku tadi pipis didalam memek ibu." Kata anakku dengan nafas tersengal.
Aku yang mengira anakku memang benar-benar kencing di dalam liang senggamaku tersenyum mendengar apa yang dikatakannya. Sehingga aku menjawab dengan bercanda sambil menyuruhnya agar cepat-cepat menyusu agar cepat tertidur siang, "Ya udah. Kalo gitu langsung bobo saja sekarang. Nih, biasanya sambil mimik kalo mau bobo?"
Setelah ia tertidur diatas tubuhku, aku sempatkan lepaskan penis kecilnya yang sudah mengkerut di dalam liang senggamaku. Kugulingkan tubuh anakku agar tidak menindihku. Dan saat aku hendak membenahi daster terusanku yang sudah acak-acakan sehabis melayani anakku bersetubuh denganku, aku kaget setengah mati.
Kurasakan ada cairan hangat yang mengalir keluar dari mulut vaginaku. Waktu kulihat cairan yang keluar berwarna putih kental, aku langsung sadar bahwa anakku baru memasukkan spermanya ke dalam rahimku.
Akupun sedikit panik karenanya, namun aku yang saat itu percaya dengan perkataan suamiku, bahwa anak laki-laki mulai punya keinginan bersetubuh saat ia berusia 12 tahun membuatku yakin bahwa meski anakku telah memasukkan spermanya ke dalam rahimku, tidak akan mungkin menghamiliku.
Namun sayangnya setelah dua bulan berlalu perkiraanku salah. Anakku yang masih berusia 6 tahun itu sukses menaruh benih janin di dalam rahimku. Aku tahu itu adalah hasil dari persetubuhanku dengan anakku, karena saat aku melakukannya siang itu, suamiku sedang bekerja diluar kota selama 3 bulan. Dan saat suamiku pulang, aku sudah mengandung janin berumur sebulan. 

2 comments: